Kenali Kartini Sampai Tuntas!

Kartini adalah perempuan yang terlahir dari kalangan priyayi Jawa pada tanggal 21 April 1879. Ia putri dari Bupati Jepara Raden Mas Sosroningrat dari istri pertamanya, namun bukan yang utama. Artinya ketika menikah dengan ibunda Kartini yakni M.A. Ngasirah ia masih menjabat sebagai seorang wedana di Mayong. Seiring berjalannya waktu R.M. Sosroningrat diangkat menjadi Bupati, namun peraturan kolonial ......

Mengapa Aku Mencintai KAMMI

“Orang bijak berkata... bahwa mencintai itu tak butuh alasan.” Jumat, 24 Juni 2011. Semua barang sudah disiapkan. Dicek untuk terakhir kalinya, kemudian melaju ke kampus Unisba. Daurah Marhalah I. Saat itu, diri ini memang belum mengerti kegiatan seperti apa dan untuk apa DM I itu. Di perjalanan, terlintas peristiwa beberapa tahun silam ketika seorang teman mengajak untuk masuk KAMMI....

KAMMI, PENDIDIKAN UNTUK PERADABAN

Indonesia, mendengar kata itu terngiang di benak seorang pemuda akan perjuangan dan pengorbanan para pejuang tangguh. Kini saatnya seorang pemuda ambil alih,...

HIBRIDISASI PENDIDIKAN SEBAGAI KATALISATOR PENINGKATAN KUALITAS PENDIDIKAN INDONESIA MASA DEPAN

Memasuki abad ke-21 ini, pendidikan nasional Indonesia menghadapi tantangan yang berat yaitu tantangan globalisasi, otonomi daerah dan desentralisasi pendidikan untuk mengembangkan pendidikan...

Menuju DM 1 KAMMI UPI yang Ideal

“Membentuk kader yang mujahadah dalam beraktualisasi dan beramal dengan intelektualitas yang tinggi menuju generasi Robbani”, Itu yang menjadi fokus kerja Tim Kaderisasi KAMMI UPI kedepan.

Rabu, 18 Juni 2014

JIHAD INTELEKTUAL

Karya: Erna Nur Hasanah (Ketua Departemen BPP PK Kammi Upi 2014)

Keutamaan Orang-orang Yang Berilmu

Sungguh indah jika kita digolongkan sebagai orang-orang yang berilmu sebagaimana firman-Nya,

“… Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan
beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Mujadilah : 11)

Bahkan Muadz bin Jabal meriwayatkan bahwa “Rasulullah SAW pernah bersabda, ‘Pelajarilah ilmu karena ilmu karena Allah merupakan kekuatan, mencarinya merupakan ibadah, menyebut-nyebutnya merupakan tasbih, membahasnya merupakan jihad, mengajarkan kepada orang yang belum mengetahui merupakan shadaqah, menyampaikan kepada orang yang layak menerimanya merupakan taqarrub. Pelajarilah ilmu karena ilmu merupakan tanda-tanda halal dan haram, menara jalan para penghuni surga. Ilmu merupakan pendamping saat takut, teman saat terasing, teman bicara saat sendirian, dalil atas kesenangan dan kesusahan, senjata dalam menghadapi musuh, hiasan di hadapan teman. Allah meninggikan banyak kaum dengannya lalu menjadikan mereka pionir dalam kebaikan, yang jejak mereka diikuti, perbuatan mereka ditiru, dan pendapat mereka menjadi rujukan. Para malaikat berhasrat menyertai mereka, mengusap mereka dengan sayapnya. Siapapun memohonkan ampunan bagi mereka, yang basah yang kering, ikan paus di lautan dan segala jenis ikan, binatang buas di darat dan hewan-hewan lainnya. Ilmu merupakan kehidupan hati dari kebodohan dan merupakan lentera pandangan dari kegelapan. Seorang hamba mencapai tataran orang-orang pilihan dan derajat yang tinggi di dunia dan di akhirat dengan ilmu. Memikirkan ilmu sama dengan puasa, mempelajarinya sama dengan shalat malam. Hubungan kekerabatan dapat tersambung karena ilmu. Ia merupakan imam bgai amal dan amal mengikutinya. Ia memberikan ilham kepada orang-orang yang bahagia, yang tidak didapatkan oleh orang-orang yang sengsara.’” [Diriwayatkan Ibnu Abdil Bar An-Namri di dalam Kitab Al-Ilmi ]

Berkaca pada Sejarah

Agaknya sebagai generasi muda muslim, kita harus banyak merenungi tentang sejarah Islam di masa lampau. Berkaca pada kesuksesan generasi muda Islam pada masa itu, tentu saja untuk membangkitkan ghirah (baca : semangat) kita dalam memperjuangkan kembali peradaban muslim yang membawa rahmat pada alam semesta (rahmatan lil ‘alamin).

Sejarah mencatat bahwa pada abad 9-13 Masehi, peradaban Islam benar-benar mencapai masa keemasannya. Hal ini tentu saja tak lepas dari penguasaan berbagai ilmu oleh para Cendikia Muslim ketika itu. Pada zaman keemasan tersebut, masyarakat muslim berevolusi menjadi masyarakat yang dinamis, maju, dan canggih. Sementara masyarakat yang lain masih statis dan lumpuh karena tradisi dan tata cara agama. Saat itu, masyarakat Islam telah memiliki Bait Al-Hikmah (artinya “Rumah Kebijaksanaan”, lembaga penerjemah literatur-literatur asing), observatorium astronomi, rumah sakit dan sekolah-sekolah. Baghdad, saat itu menjadi pusat intelektual dunia, tempat yang dituju oleh para sarjana dari negeri-negeri yang jauh. Ibnu Haytham dan Omar Kayam merupakan pelopor ilmuwan modern, pembawa kecerdasan kosmik alam semesta. Sebaliknya Eropa saat itu masih terpuruk, tenggelam dalam kemuraman Abad Kegelapan.

Mengapa Harus Berjihad?

Lihatlah keadaan kita saat ini! Kaum Muslim mengalami kemunduran di bidang ilmu pengetahuan dan kepemimpinannya dalam bidang ini, kemudian kendali berpindah ke tangan orang-orang Barat. Sehingga peradaban Barat menjadi idola bagi seluruh negara di dunia, termasuk di negara-negara Muslim. Tidakkah kita merindukan peradaban Islam ? Kaum Muslim menjadi pioneer bagi umat manusia, seluruh kebudayaan dan peradabannya dihormati dan ditiru, pemikiran-pemikiran para cendikianya didengar dan diikuti, terwujudnya konsep rahmatan lil ‘alamin… tidakkah kita merindukannya ? Jika jawabannya adalah YA, maka kita harus segera membangun kembali peradaban Islam. Membangun peradaban Islam maka membutuhkan ilmu.

Sehubungan dengan itu, maka penguasaan ilmu pengetahuan modern yang sebesar-besarnya seharusnya dikhidmatkan untuk pembangunan kesejahteraan kehidupan umat Muslim pada khususnya dan umat manusia pada umumnya. Menjadi rahmatan lil ‘alamin adalah sebuah tuntutan dan keharusan, maka hanyalah dengan semangat jihadlah kita bisa mewujudkannya. Dengan melakukan jihad intelektual tentunya.

Jika sekarang paradigma perang sudah berubah dari perang ‘angkat senjata’ menjadi perang informasi, bahkan juga perang pemikiran. Lantas apakah hati kecil kita terpanggil untuk melakukan ‘jihad intelektual ini’ ? Semoga jawabannya adalah YA, aamiin.