Kenali Kartini Sampai Tuntas!

Kartini adalah perempuan yang terlahir dari kalangan priyayi Jawa pada tanggal 21 April 1879. Ia putri dari Bupati Jepara Raden Mas Sosroningrat dari istri pertamanya, namun bukan yang utama. Artinya ketika menikah dengan ibunda Kartini yakni M.A. Ngasirah ia masih menjabat sebagai seorang wedana di Mayong. Seiring berjalannya waktu R.M. Sosroningrat diangkat menjadi Bupati, namun peraturan kolonial ......

Mengapa Aku Mencintai KAMMI

“Orang bijak berkata... bahwa mencintai itu tak butuh alasan.” Jumat, 24 Juni 2011. Semua barang sudah disiapkan. Dicek untuk terakhir kalinya, kemudian melaju ke kampus Unisba. Daurah Marhalah I. Saat itu, diri ini memang belum mengerti kegiatan seperti apa dan untuk apa DM I itu. Di perjalanan, terlintas peristiwa beberapa tahun silam ketika seorang teman mengajak untuk masuk KAMMI....

KAMMI, PENDIDIKAN UNTUK PERADABAN

Indonesia, mendengar kata itu terngiang di benak seorang pemuda akan perjuangan dan pengorbanan para pejuang tangguh. Kini saatnya seorang pemuda ambil alih,...

HIBRIDISASI PENDIDIKAN SEBAGAI KATALISATOR PENINGKATAN KUALITAS PENDIDIKAN INDONESIA MASA DEPAN

Memasuki abad ke-21 ini, pendidikan nasional Indonesia menghadapi tantangan yang berat yaitu tantangan globalisasi, otonomi daerah dan desentralisasi pendidikan untuk mengembangkan pendidikan...

Menuju DM 1 KAMMI UPI yang Ideal

“Membentuk kader yang mujahadah dalam beraktualisasi dan beramal dengan intelektualitas yang tinggi menuju generasi Robbani”, Itu yang menjadi fokus kerja Tim Kaderisasi KAMMI UPI kedepan.

Rabu, 13 November 2013

[SINERGITAS STRUKTURAL DAN KULTURAL ~Sesion sharing-bacaan ringan, kaidah penulisan acak]

Terlalu condong pada gerakan struktural itu membuat pergerakan menjadi kaku. Ketahuilah bahwa posisi struktur hanya sebagai strategi. Individu adalah bagian dari strategi. Dimanapun strategi menempatkan kita, kita ikut. Itu artinya kepemimpinan bukanlah karir tapi pengabdian. Beda antara posisi dengan pengaruh. Karena posisi menakwilkan benda pada tempatnya, yang memang selayaknya melakukan kerja-kerja sesuai posisinya, jadi jangan heran ketika para 'pejabat struktural' yg menempati misalnya kadept atau kadiv itu dituntut 'lebih banyak muncul kepermukaan' dg segenap kerja yang kelihatannya lebih ekstra oleh orang lain dibandingkan bawahannya atau staf. Realitanya para staf hanya sebagai eksekutor belaka. Seorang pemimpin itu memiliki satu perkara sulit. Yang dengan ketercapaiannya sungguh akan memudahkan segala yang lain. Maka capailah dahulu yang satu ini.."Kecintaan Anggotanya"

Maka disini kita harus belajar memaklumi dlm rangka ranah kerja struktural. Kita tdk bisa dengan lantas menyimpulkan staf tdk pernah bekerja atas dasar subjektif, karena mungkin bukan ranahnya untuk show-up, muncul kepermukaan. Adalah tugas yang diatas untuk selalu memotivasi, memantau progress struktur sampai kedalam-dalamnya. Dan adalah tugas yang dibawah untuk mendukung yg diatas, kita saling menyokong. Bergerak secara struktural mengharuskan adanya transformasi dan inovasi strategi untuk menciptakan pergerakan dinamis. 

Berbeda dengan gerakan kultural yang lebih fleksibel, karena ia merupakan wujud dari kebutuhan gerakan itu sendiri akan nutrisi penajaman fikrah gerakan, tidak harus secara tegas memposisikan individu. Sehingga menjadi seorang berpengaruh akan semakin besar dalam gerakan ini. Itulah kenapa posisi beda dengan pengaruh. Karena pengaruh bisa mewujud dari kedekatan personal, kecermatan pikiran, dan kebutuhan fikrah, kesamaan tujuan, mimpi, harapan dan cita-cita. Sampai sekarang pasti ada orang atau sesuatu karya yang mempengaruhi kita atau berpengaruh untuk kita, sadar atau tidak sadar, pengaruh itu akan dibawa kedalam alam bawah sadar dan menjadi pola pikir yang selanjutnya menjadi tindakan. Dan tindakan inilah sebagai produk gerakan kultural. Contoh pertanyaannya, bisakah kita tetap rapat atau diskusi walaupun tidak terikat struktural ? Kultural akan menjawab bisa. Karena Kultural identik dg tradisi keilmuan. Tradisi membaca, menulis, dan berdiskusi. Tiga Tradisi keilmuan islam yang akan menggemilangkan kembali peradaban islam. 

Sayang kalau sumber daya hanya dijadikan pekerja saja atau eksekutor, karena mereka juga punya hak tumbuh dan berkembang. Karena itu tuntutan akal manusia untuk senantiasa berpikir. Tugas kita adalah menstimulasinya untuk berkembang, mengapingnya menata anak tangga, sambil kita juga menambah kapasitas diri. Individu sebagai strategi harus mampu memertanggungjawabkan kehadirannya dengan menambah kapasitas, karena tonggak kepemiminan ini tidak akan diwariskan pada manusia yang tidak berkapasitas dan lemah, kalaupun ada maka kehancuran, kemunduran akan segera hinggap. Kalau setiap kita tidak memaksa diri untuk berlari, dunia ini akan berputar lebih lambat.

Hanya sinergitas struktural dan kultural akan menjadi sebuah energi yang saling melengkapi. Ketiadaan diantaranya menjadikan ketimpangan sebuah gerakan. Karena hampa jika sebuah visi tanpa kultur yang mengakar, karena akan hanya jd boneka jika struktur hanya sekedar posisi. Di samping posisi, ada pengaruh yg lebih berarti.Terus berpengaruh sahabatSungguh bagi seorang du'at,Istirahatnya hanya ketika kedua telapak kaki telah menapak di "tempat yg mulia".Selamat melukis kembali di berkas kanvas tak berbatas.