Sebuah Narasi Yang
Meninjau KAMMI Sebagai Organisasi Berbasis Kompetensi
oleh:
Neneng
Maryam Jamaliah Nurul Jannah
Memasuki
abad ke-21 ini, pendidikan nasional Indonesia menghadapi tantangan yang berat
yaitu tantangan globalisasi, otonomi daerah dan desentralisasi pendidikan untuk
mengembangkan pendidikan yang relevan dengan kehidupan warga serta didukung
oleh masyarakatnya. Tantangan yang lebih serius lagi berkaitan dengan rendahnya
mutu dan relevansi pendidikan Indonesia seperti telah banyak di laporkan oleh
beberapa lembaga riset Internasional. Misalnya, berdasarkan survei The
Political and Economic Risk Consultancy (PERC) yang berbasis di hongkong
disimpulkan bahwa sistem pendidikan Indonesia berada pada urutan ke-12 di Asia,
setelah Vietnam, dengan urutan pertama dan kedua masing-masing diduduki Korea
Selatan dan Singapura.
Hasil
survey yang didasarkan pada mutu tenaga kerja ini menunjukan bahwa rendahnya
mutu tenaga kerja kita itu berhubungan dengan rendahnya mutu sistem
pendidikanya (Depdiknas, 2001). Merosotnya mutu sumber daya manusia termasuk
menurunnya nilai-nilai dan orientasi pendidikan telah mengkhawatirkan sebagaian
besar pemerhati pendidikan di negara kita ini.
Sebuah
format pendidikan mengarah kepada cita-cita pendidikan nasional sudah menjadi
sebuah keharusan untuk di jalankan karena proses pendidikan harus mengarah
kepada bagaimana elemen pendidikan dan perangkat-perangkat pendidikan dapat
menjalankan sesuai dengan fungsinya yaitu mencerdaskan kehidupan Bangsa.
Begitupun gagasan-gagasan cerdas yang bisa dikembangkan oleh kader KAMMI,
menjadi hal yang ditunggu-tunggu demi kemajuan pendidikan di Indonesia. KAMMI
sebagai salah satu organisasi berbasis kompetensi mengaharapkan kadernya dapat
mendalami ruang ilmiah kemudian diinfiltrasikan kedalam bentuk kebijakan
publik.
Saat
ini, kurikulum Indonesia yang seringkali mengalami perubahan tanpa fokus terhadap
orientasi dasar diselenggarakannya proses pendidikan tersebut seringkali
membuat absurd bagaimana kemudian
peserta didik itu di berikan treatment,
selain itu pendidikan formal saat ini yang diharapkan dapat membantu membentuk
karakter peserta didik nyatanya belum memberikan hasil yang signifikan. Hal
ini, dalam persfektif penulis diakibatkan karena belum adanya sinergitas peran
yang dimainkan dalam oleh berbagai elemen bangsa ini. Kemendikbud yang menjadi
tulang punggung pelaksanaan program pendidikan, sepertinya memerlukan sokongan
yang mantap dari kementrian agama, sebagai salah satu elemen keagamaan di
negeri ini, yang notabene bertanggung jawab penuh juga terhadap kondisi
nilai-nilai yang berkembang. Format
pendidikan sudah harus di jalankan dengan landasan untuk mengembalikan
cita-cita pendidikan nasional. Agar permasalahan pendidikan dapat terselesaikan,
tanpa harus menimbulkan sebuah beban bagi anak Indonesia untuk mendapatkan
pendikan yang memang sudah selayaknya untuk di tempuh.
Hibridisasi pendidikan yang dimaksud oleh penulis adalah
mengkombinasikan pendidikan formal (sekolah-sekolah negeri) dengan pendidikan
nilai melalui kerjasama institusi sekolah dengan asrama-asrama (boarding school) yang sebenarnya sistemnya
diadaptasi dari sistem pesantren yang kemudian di modernisasi.
Dari berbagai data diperoleh mengenai kelebihan pola
pendidikan di pesantren, perlu diakui bahwa tidak semua pondok pesantren telah
terselenggara dengan baik, sebagaimana hal itu juga terjadi bahwa belum semua
lembaga pendidikan formal berjalan sebagaimana mestinya. Akan tetapi,
akhir-akhir ini semakin diakui bahwa ternyata pesantren menyimpan kekuatan yang
justru tidak dimiliki oleh lembaga pendidikan formal. hal ini yang mendasari pemikiran penulis untuk
mengkombinasikan pendidikan formal sekolah dengan pendidikan nilai berbasis
model pesantren (boarding school),
tentu saja hal ini melibatkan stackholder
terkait khususnya kementrian pendidikan dan kebudayaan serta kementrian agama
untuk bisa mensukseskan program tersebut.
Tentu saja hal ini memerlukan pemikiran yang mendalam
serta pertimbangan dari berbagai pakar pendidikan, baik dari segi struktur sistem,
program serta psikologis pelaksanaan program yang penulis taawarkan tersebut.
Namun demikian, penulis dapat memberikan sedikit ilustrasi keberhasilan program
tersebut dari data yang diperoleh dari lapangan, selama penulis berkecimpung di
salah satu sekolah bertaraf internasional yang diafiliasikan dengan sistem
asrama dibawah pemerintahan provinsi Jawa Barat. Dari data didapatkan gambaran
bahwa siswa yang mendapatkan pendidikan kombinatorial melalui hibridisasi
pendidikan memiliki berbagai keunggulan, baik ditinjau dari kapasitas
intelektul, sosial dan spiritual siswa.