Kenali Kartini Sampai Tuntas!

Kartini adalah perempuan yang terlahir dari kalangan priyayi Jawa pada tanggal 21 April 1879. Ia putri dari Bupati Jepara Raden Mas Sosroningrat dari istri pertamanya, namun bukan yang utama. Artinya ketika menikah dengan ibunda Kartini yakni M.A. Ngasirah ia masih menjabat sebagai seorang wedana di Mayong. Seiring berjalannya waktu R.M. Sosroningrat diangkat menjadi Bupati, namun peraturan kolonial ......

Mengapa Aku Mencintai KAMMI

“Orang bijak berkata... bahwa mencintai itu tak butuh alasan.” Jumat, 24 Juni 2011. Semua barang sudah disiapkan. Dicek untuk terakhir kalinya, kemudian melaju ke kampus Unisba. Daurah Marhalah I. Saat itu, diri ini memang belum mengerti kegiatan seperti apa dan untuk apa DM I itu. Di perjalanan, terlintas peristiwa beberapa tahun silam ketika seorang teman mengajak untuk masuk KAMMI....

KAMMI, PENDIDIKAN UNTUK PERADABAN

Indonesia, mendengar kata itu terngiang di benak seorang pemuda akan perjuangan dan pengorbanan para pejuang tangguh. Kini saatnya seorang pemuda ambil alih,...

HIBRIDISASI PENDIDIKAN SEBAGAI KATALISATOR PENINGKATAN KUALITAS PENDIDIKAN INDONESIA MASA DEPAN

Memasuki abad ke-21 ini, pendidikan nasional Indonesia menghadapi tantangan yang berat yaitu tantangan globalisasi, otonomi daerah dan desentralisasi pendidikan untuk mengembangkan pendidikan...

Menuju DM 1 KAMMI UPI yang Ideal

“Membentuk kader yang mujahadah dalam beraktualisasi dan beramal dengan intelektualitas yang tinggi menuju generasi Robbani”, Itu yang menjadi fokus kerja Tim Kaderisasi KAMMI UPI kedepan.

Minggu, 29 Juni 2014

Sepuluh Fiqih Landasan Pengambilan Kebijakan Gerakan

Menyiapkan Momentum

“Sepuluh Fiqih Landasan Pengambilan Kebijakan Gerakan”

Karya: Ade Irma Fazriah (Staf Departemen Kajian Strategi 2014)

Menyiapkan momentum merupakan buku pergerakan yang ringan di cerna pemaparannya dan dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif bagi seorang aktifis pergerakan pemula terutama yang ingin mempelajari dan memahami harakoh-harokah islam. Terutama bagi diri saya pribadi yang di bilang masih awam dan masih mencari jati diri yang sehingga masih mencari-cari harokah islam yang sesuai dengan pemahaman keilmuan dan keislaman saya. Dan lewat buku Menyiapkan Momentum karya Rijalul Imam inilah sedikit demi sedikit saya menemukan pergerakan yang in syaa Allah tepat dengan keilmuan saya. Wallahu ‘alam

Pada bagian ini, saya ingin mengupas sedikit buku Menyiapkan Momentum pada bagian sepuluh fiqih landasan pengambilan keputusan gerakan. Pertama, Fiqih Ahkam. Fiqih ini merupakan hal pertama yang harus di kuasi oleh kader dan pemimpinnya, yaitu mengenai masalah hukum halal dan haramnya sebuah perkara. Karena tanpa menguasai fiqih ini maka gerakan mahasiswa akan terjebak pada pragmatisme. Kedua, Fiqih Dakwah. Pemberian materi-materi dakwah harus disesuaikan dengan keadaan kadernya, karena setiap kader memiliki tingkat intelektualitas yang berbeda-beda sehingga gerakan mahasiswa harus menyusun langkah strategis untuk memberikan pemahaman dakwah yang benar kepada setiap kadernya. Dakwah yang benar dan betul adalah dakwah yang bertahap mengikuti situasi dan kondisi mad’u dimana tahapan tersebut secara umunya dapat di bagi menjadi tiga tahap yaitu tahap penerangan (ta’rif), tahap pembinaan (takwin), dan tahap pelaksanaan (tanfidz). Ketiga, Fiqih Muwazzanah. Fiqih pertimbangan (muwazzanah) perlu di miliki oleh gerakan mahasiswa yaitu untuk mengukur persoalan dalam kerangka kemaslahatan. Keempat, Fiqih Aulawiyat (Prioritas). Pergerakan mahasiswa harus memiliki prioritas dalam beramal, sebab tidak semua dapat dikerjakan dalam waktu bersamaan dengan sumber daya yang terbatas.

Selanjutnya, kelima, Fiqih Sunnah. Fiqih sunnah berupa sunnah kauniyah atau hukum alam. Urgensi fiqih sunnah bagi gerakan mahasiswa adalah untuk membangun kesadaran zeit geits (jiwa zaman) terhadap apa yang tengah terjadi, sehingga gerakan mahasiswa bisa menyikapi dan memanfaatkan persoalan dengan tepat. Keenam, Fiqih Taghyir (Fiqih Perubahan). Kebijakan gerakan harus disertai dengan kesadaran adanya perubahan. Ketujuh, Fiqih Sirah (Fiqih Sejarah). Sejarah dapat membantu untuk pengambilan kebijakan gerakan dan mampu meminimalisir kesalahan langkah dengan sebelumnya melihat sejarah langkah gerakan sebelumnya.

Kedelapan, Fiqih Waqi (Pemahaman Realitas). Mungkin pada bagian inilah saya pribadi memantapkan pemikiran saya yang selama ini berkutat untuk memahami berbagai pergerakan mahasiswa yang ada. Gerakan dakwah mahasiswa yang memiliki idealisme tinggi biasanya kesulitan berinteraksi dengan realitas lapangan. Hal ini disebabkan kekurangakraban gerakan dengan kenyataan hidup. Di lapangan, kenyataan hidup akan ditemukan kendala-kendala, pilihan-pilihan, yang semuanya tidak dapat dihukumi secara hitam putih. Seperti masalah pilihan demokrasi sebagai bagian dari strategi perjuangan. Terdapat gerakan islam mengharamkannya, tapi ketika tidak ditemukan cara lain untuk memperjuangkan syariat islam secara aman, alih-alih demokrasi menjadi halal. Akibatnya masyarakat pun menilai gerakan tersebut tidak konsisten dan di cap pragmatis. Oleh karena itu, menghukumi suatu sistem tidak cukup sekedar dilihat dari teks dan konsepnya tapi harus dilihat juga konteks dan realitasnya. Kekakuan ideologis sebuah gerakan Islam terkadang menyebabkan ketegangan sosial. Al-Qur’an memberi panduan yang cukup hati-hati dan realistik ketika memisahkan problem aqidah dengan realitas ijtima’i. Dalam masalah aqidah, Allah sudah tegas menjelaskan dalam Al-Qur’an surat Al-Kafirun ayat 1-6. Sedangkan dalam masalah sosial, kita diminta untuk menyikapinya dengan realistis seperti yang dijelaskan dalam Al-Qur’an surat Al-An’am ayat 108.

Kesembilan, Fiqih ‘Amal Jama’i. Sebagai gerakan yang bertujuan menegakkan kebenaran dan keadilan, seyogyanya mampu bersama-sama berjuang agar tujuan perjuangan akan lebih mudah dan lebih cepat untuk digapainya. Dan terakhir, kesepuluh, Fiqih Ikhtilaf. Dalam bekerjasama akan terdapat perbedaan-perbedaan baik dari internal maupun dari eksternal. Namun sebagai gerakan harus memiliki sikap yang arif dan bijaksana sehingga akan menimbulkan kemashalatan bagi pergerakan dakwahnya.

Kesepuluh fiqih tersebut harus mampu terintegritas di dalam gerakan mahasiswa agar mampu mengambil kebijakan dengan tepat dan bijaksana. Semakin lincah sebuah gerakan menerapkan kaidah-kaidah fiqih tersebut, semakin lincah pula gerakan menyikapi persoalan yang dihadapi. Gerakan mahasiswa islam harus berlandaskan pada kaidah ilmiah. Prinsipnya berilmu amaliyah dan beramal ilmiah.

Kamis, 26 Juni 2014

"Luka" harus segera disembuhkan [Kinetika Hati]

oleh: Maya Kusdiantini (Kadept SOSMASY PK KAMMI UPI 2014)
Setiap orang pasti pernah terluka, entah itu terluka karena terjatuh atau kecelakaan. Terluka fisik memang sakit secara fisik dan akan segera sembuh jika kita dengan cepat dan tepat mengatasinya. Ketika terluka pastilah kita akan segera mengambil tindakan untuk menyembuhkannya. Kita akan berusaha membersihkannya dengan cairan antiseptik untuk luka atau dengan air hangat kemudian kita akan tetesi dengan betadine atau obat merah lalu kita akan tutup dengan plester atau perban agar tidak terkena debu atau kotoran yang dapat menginfeksi luka tersebut. Jika kita biarkan maka luka itu akan mudah terinfeksi dan akan mengakibatkan luka yang menganga dan semakin besar serta akan menimbulkan penyakit kulit lainnya yang akan berdampak buruk bagi kesehatan. Begitulah sejatinya luka secara fisik.

JIka itu luka secara fisik lantas bagaimana jika luka itu adalah luka secara batin? atau luka ini lebih sering dikenal dengan sebutan sakit hati. Pasti akan banyak sekali yang bilang bahwa luka ini adalah luka yang sangat sulit untuk disembuhkan, luka yang sulit untuk ditutup bahkan kita bangga dengan "penyakit" ini dan membiarkannya lama menganga. Terkadang kita mengakui bahwa kita sulit untuk sembuh dari "luka". Namun kita menyadari secara pasti dengan akal kita bahwa menyimpan "luka" itu adalah suatu hal yang salah. Namun apadaya bisa jadi kita kalah dengan rasa egois kita ataukah mungkin kita kalah dengan luka yang mulai terkena "infeksi" sehingga kita lebih "bahagia" menaruh luka dan merawatnya hingga "virus" itu datang dan mampu "mematikan" hati kita.

Tak ada seorang pun yang menginginkan sakit hati, saya yakin semua akan berdalih sama namun saya yakin tak ada satu orangpun yang belum pernah merasakan "luka" semacam ini bahkan ada yang setiap hari merasakannya. Namun tidak ada luka yang tak mampu disembuhkan.


Diriwayatkan oleh Imam Bukhari di dalam shahihnya, dari shahabat Abu Hurairah  bahwasanya Nabi  bersabda,
مَا أَنْزَلَ اللهُ دَاءً إِلَّا أَنْزَلَ لَهُ شَفَاءً
“Tidaklah Allah turunkan penyakit kecuali Allah turunkan pula obatnya”

Dari riwayat Imam Muslim dari Jabir bin Abdillah  dia berkata bahwa Nabi  bersabda,
لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءٌ، فَإِذَا أَصَابَ الدَّوَاءُ الدَّاءَ، بَرَأَ بِإِذْنِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ
“Setiap penyakit pasti memiliki obat. Bila sebuah obat sesuai dengan penyakitnya maka dia akan sembuh dengan seizin Allah Subhanahu wa Ta’ala.” (HR. Muslim)


Saya memaknai hadist di atas bukan sebatas pada penyakit fisik atau lahiriah namun juga penyakit batin atau "sakit hati". Maka sakit hati inipun bisa disembuhkan namun cepat atau lambatnya tergantung pada diri kita. Atau dalam bahasa kimia "kinetika" hati yang harus kita jadikan variabel kontrol.

Pada dasarnya sama saja ketika kita terluka fisik maka kita bergegas untuk mengobatinya, maka luka hatipun haruslah sama diawali dengan diri kita yang punya tekad untuk bergegas menyembuhkannya. Satu hal yang harus ditekankan adalah TEKAD kita yang sungguh-sungguh. Dalam proses ini kita harus mengikuti suatu mekanisme yang baik. Mekanisme yang harus dilakukan yaitu kita harus melawan bisikan syetan yang ingin tetap membiarkan luka ini terus terbuka.

Katakanlah, ‘Aku berlindung kepada Rabb manusia. Raja manusia. Sembahan manusia. Dari kejahatan (bisikan) setan yang biasa bersembunyi. Yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia. Dari jin dan manusia’.” (QS. An-Nas: 1-6)

1. Mengingat Kekasih yang paling Mulia

Dalam mengatasi setiap problematika yang menyangkut hati maka Allah memberikan fasilitas yaitu berdzikir kepadaNya.

Allah SWT berfirman:
الذين امنوا وتطمئن قلوبهم بذكرالله.ألا بذكرالله تطمئن القلوب Ѻ  الذين امنوا وعملوا الصالحات طوبى لهم وحسن مأّب Ѻ
” (Yaitu)orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah.ingatlah,hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tentram.orang – orang yang beriman dan beramal sholeh,bagi mereka kebahagiaan dan tempat kembali yang baik.”(QS.Ar-ra’d:28-29)
Begitulah Allah mencintai hambaNya hanya dengan mengingatNya maka hati menjadi lebih tenang dan tentram sehingga akan muncul kebahagiaan bila kita dekat denganNya. Kekasih yang paling mulia tentulah Allah yang mampu memberikan rasa aman, tenang, nyaman dan kebahagiaan yang hakiki. Hanya Allah dengan kehendakNyalah rasa sakit yang melukai hati akan sembuh.


2. Mengingat Kebaikan dan berhusnudzon pada saudara kita

Masalah hati tak lepas dengan masalah antar manusia bahkan dengan saudara seiman baik itu keluarga, kerabat maupun sahabat.
Jika kita tetap membiarkan luka kita tanpa bertekad bergegas menutupnya maka luka itu akan menghasilkan penyakit baru. "Penyakit Hati" seperti dendam, dengki, kebenciaan, berprasangka buruk (suudzon), memaki-maki bahkan mendoakan yang buruk untuk saudara kita. Nauuzubillahimindzalik,,,jika kita pernah berbuat seperti itu perbanyaklah istighfar dan memohon ampunan pada Allah atas perbuatan dan ucapan yang salah itu.
Maka obat selanjutnya adalah mengingat-ngingat semua kebaikan saudara kita dari yang terbesar sampai kebaikan yang terkecil. Jika biasanya kita membesar-besarkan masalah yang kecil. Maka kali ini kita harus membesar-besarkan kebaikan yang kecil dan mengecilkan kesalahan saudara kita. Masalah kesalahan dan dosa biarlah menjadi urusanNya. Kita tidak berhak menghakimi manusia diluar yang telah ditentukan oleh hukumNya.
Dengan begitu biasanya kita akan menyadari bahwa kesalahan saudara kita jauh lebih sedikit dibanding kebaikannya, maka kesalahan itu akan samar-samar terlihat dan tertimbun oleh kebaikan-kebaikan saudara kita.

Ada peribahasa yang mengatakan "lidah lebih tajam dari pedang" dan pada dasarnya rasa sakit hati biasanya muncul dari luka yang disayat oleh "lidah". Perkataan saudara kita yang pada awalnya kita "mengira" itu adalah suatu perkataan yang menyakitkan maka kita ubah itu menjadi suatu "kritik" yang membangun, memotivasi, menjadi bahan introspeksi (muhasabah) bahkan jadikan inspirasi. Bila perlu kita pajang kata-kata kritikan itu untuk menjadi inspirasi di setiap hari sehingga kita lebih sering bermuhasabah diri daripada memaki-maki atau "ngedumel" perkataan saudara kita. Berhusnudzon pada saudara kita, bahwa perkataan tersebut adalah tanda kasih sayang saudara kita dalam bentuk mengingatkan. 

"Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian dari prasangka adalah dosa, dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain”. (QS. Al-Hujurat, 49 : 12)

Mari kita berprasangka baik pada saudara kita yang memang sangat hobi mengkritik diri kita hingga kadang membuat kita jengkel atau sakit hati. Mulai merubah paradigma itu dan jadikan perkataan saudara kita itu merupakan niatan baiknya untuk selalu mengingatkan kita.

3. Bersabar, Tegar dan Bijak
Bagi aktivis ketiga hal ini pastilah sering kita ungkapkan. Sebatas diungkapkan dan lupa mengaplikasikannya dalam keseharian apalagi saat tertimpa masalah. Lupa melatihnya. Tentu saja hanya orang-orang tertentu yang mampu mengaplikasikan ini. Orang-orang yang memang terlalu sering menghadapi masalah. Karena ada dua pilihan dalam menghadapi masalah yaitu lari atau hadapi. Orang yang lari dari masalah maka dia akan menjauh dari masalah bisa dengan mengasingkan diri dan keluar dari komunitasnya secara permanen, atau yang lebih parah gangguang jiwa bahkan bunuh diri. Orang yang menghadapi masalah dia akan berusaha menyelesaikannya, mencari solusinya dan dia akan mampu melewati masalah tersebut. Memang terkadang bagi beberapa orang butuh menyendiri untuk menenangkan diri namun orang yang survive dengan masalah dia akan bergegas menyembuhkan dirinya dan segera menyelesaikan masalahnya.
Orang yang terlalu sering menghadapi masalah atau ujian dari ujian kecil hingga  besar dan dia selalu menyelesaikan masalahnya hingga ke level tertinggi itulah orang yang terus melatih kesabaran, ketegaran dan kebijaksanaan dalam menghadapi suatu masalah. Orang yang tertimpa ujian dan orang yang melihat ujian tersebut akan memiliki persfektif yang berbeda dalam menanggapi ujian tersebut. Bagi yang tertimpa dia akan memaknai setiap"komponen" masalahnya dan bagi yang melihat dia hanya akan memaknai sebagian "komponen" saja. Sehingga orang yang melihat akan mempelajari sebagian saja dari yang mengalami. Maka pepatah "Learning by doing" itu sejalan dengan cara kita menyelesaikan dan memaknai suatu masalah.
Orang yang pernah mengalami masalah yang lebih besar akan cenderung lebih memahami dengan masalah yang lebih kecil dalam skalanya.
Maka biasanya dia akan lebih bijaksana dalam menghadapi masalah lain yang menimpanya.
Karena dia terus dilatih dengan ujian. Maka Allah pun tidak salah terus melatih hambaNya yang Dia cintai agar bisa bersabar, tegar dan bijak.



"Apakah menusia mengira bahwa mereka dibiarkan mengatakan : “kami telah beriman” sedang mereka tidak diuji lagi ?
Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang sebelum mereka dan
benar- benar Allah mangetahui orang-orang yang benar dan mengetahui
pula orang- orang yang dusta."
Al-Ankabut : (29 ayat 2-3)


Sahabat Rasul Ali bin Abi Tholib mengatakan
“Sabar dan iman adalah bagaikan kepala pada jasad manusia. Oleh karenanya, tidak beriman (dengan iman yang sempurna), jika seseorang tidak memiliki kesabaran"

dalam firman-Nya. Allah berjanji :“Sesungguhnya orang-orang yang bersabar, ganjaran bagi mereka adalah tanpa hisab (tak terhingga).” (QS. Az Zumar: 10)

"Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu. Dan (juga) kamu sungguh-sungguh akan mendengar dari orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan dari orang-orang yang mempersekutukan Allah, gangguan yang banyak yang menyakitkan hati. Jika kamu bersabar dan bertakwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan" (Ali Imran: 186)

Itulah Tiga mekanisme untuk mengontrol "kinetika" hati.
Lantas masihkah kita mengeluh dengan masalah yang kita hadapi? Masihkan kita menyimpan setitik kebencian pada kelalaian lidah atau perbuatan saudara kita yang masih bisa kita selesaikan dengan cara yang baik? Atau masihkan kita angkuh dengan diri kita?

Allah sungguh Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Tak ada satupun penyakit yang tak mampu disembuhkan kecuali penyakit tua dan kematian. Begitupun penyakit hati. Maka niatkan, tegaskan dalam hati bahwa kita akan bergegas menyembuhkan luka hati ketika muncul dan tidak akan mebiarkannya menganga bahkan terinfeksi. Karena yang akan menginfeksinya adalah virus yang paling ganas yaitu makhluk paling jahanam yaitu Syetan.

Mari selamatkan hati kita. Kebahagiaan itu ketika Iman dan Ukhuwah terjaga. "Mengalahlah" untuk menang.  Menang dari syetan yang mengingingkan kita kalah dengan rasa benci dan dendam.

Dalam lagunya Opick
Obat hati ada 5 perkara : 1. Baca quran & maknanya, 2. Sholat malam dirikanlah, 3. Bertemanlah dengan orang sholeh, 4. Perbanyaklah berpuasa, 5. Perbanyaklah bersedekah.

walahuallam bissawab

Rabu, 18 Juni 2014

JIHAD INTELEKTUAL

Karya: Erna Nur Hasanah (Ketua Departemen BPP PK Kammi Upi 2014)

Keutamaan Orang-orang Yang Berilmu

Sungguh indah jika kita digolongkan sebagai orang-orang yang berilmu sebagaimana firman-Nya,

“… Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan
beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Mujadilah : 11)

Bahkan Muadz bin Jabal meriwayatkan bahwa “Rasulullah SAW pernah bersabda, ‘Pelajarilah ilmu karena ilmu karena Allah merupakan kekuatan, mencarinya merupakan ibadah, menyebut-nyebutnya merupakan tasbih, membahasnya merupakan jihad, mengajarkan kepada orang yang belum mengetahui merupakan shadaqah, menyampaikan kepada orang yang layak menerimanya merupakan taqarrub. Pelajarilah ilmu karena ilmu merupakan tanda-tanda halal dan haram, menara jalan para penghuni surga. Ilmu merupakan pendamping saat takut, teman saat terasing, teman bicara saat sendirian, dalil atas kesenangan dan kesusahan, senjata dalam menghadapi musuh, hiasan di hadapan teman. Allah meninggikan banyak kaum dengannya lalu menjadikan mereka pionir dalam kebaikan, yang jejak mereka diikuti, perbuatan mereka ditiru, dan pendapat mereka menjadi rujukan. Para malaikat berhasrat menyertai mereka, mengusap mereka dengan sayapnya. Siapapun memohonkan ampunan bagi mereka, yang basah yang kering, ikan paus di lautan dan segala jenis ikan, binatang buas di darat dan hewan-hewan lainnya. Ilmu merupakan kehidupan hati dari kebodohan dan merupakan lentera pandangan dari kegelapan. Seorang hamba mencapai tataran orang-orang pilihan dan derajat yang tinggi di dunia dan di akhirat dengan ilmu. Memikirkan ilmu sama dengan puasa, mempelajarinya sama dengan shalat malam. Hubungan kekerabatan dapat tersambung karena ilmu. Ia merupakan imam bgai amal dan amal mengikutinya. Ia memberikan ilham kepada orang-orang yang bahagia, yang tidak didapatkan oleh orang-orang yang sengsara.’” [Diriwayatkan Ibnu Abdil Bar An-Namri di dalam Kitab Al-Ilmi ]

Berkaca pada Sejarah

Agaknya sebagai generasi muda muslim, kita harus banyak merenungi tentang sejarah Islam di masa lampau. Berkaca pada kesuksesan generasi muda Islam pada masa itu, tentu saja untuk membangkitkan ghirah (baca : semangat) kita dalam memperjuangkan kembali peradaban muslim yang membawa rahmat pada alam semesta (rahmatan lil ‘alamin).

Sejarah mencatat bahwa pada abad 9-13 Masehi, peradaban Islam benar-benar mencapai masa keemasannya. Hal ini tentu saja tak lepas dari penguasaan berbagai ilmu oleh para Cendikia Muslim ketika itu. Pada zaman keemasan tersebut, masyarakat muslim berevolusi menjadi masyarakat yang dinamis, maju, dan canggih. Sementara masyarakat yang lain masih statis dan lumpuh karena tradisi dan tata cara agama. Saat itu, masyarakat Islam telah memiliki Bait Al-Hikmah (artinya “Rumah Kebijaksanaan”, lembaga penerjemah literatur-literatur asing), observatorium astronomi, rumah sakit dan sekolah-sekolah. Baghdad, saat itu menjadi pusat intelektual dunia, tempat yang dituju oleh para sarjana dari negeri-negeri yang jauh. Ibnu Haytham dan Omar Kayam merupakan pelopor ilmuwan modern, pembawa kecerdasan kosmik alam semesta. Sebaliknya Eropa saat itu masih terpuruk, tenggelam dalam kemuraman Abad Kegelapan.

Mengapa Harus Berjihad?

Lihatlah keadaan kita saat ini! Kaum Muslim mengalami kemunduran di bidang ilmu pengetahuan dan kepemimpinannya dalam bidang ini, kemudian kendali berpindah ke tangan orang-orang Barat. Sehingga peradaban Barat menjadi idola bagi seluruh negara di dunia, termasuk di negara-negara Muslim. Tidakkah kita merindukan peradaban Islam ? Kaum Muslim menjadi pioneer bagi umat manusia, seluruh kebudayaan dan peradabannya dihormati dan ditiru, pemikiran-pemikiran para cendikianya didengar dan diikuti, terwujudnya konsep rahmatan lil ‘alamin… tidakkah kita merindukannya ? Jika jawabannya adalah YA, maka kita harus segera membangun kembali peradaban Islam. Membangun peradaban Islam maka membutuhkan ilmu.

Sehubungan dengan itu, maka penguasaan ilmu pengetahuan modern yang sebesar-besarnya seharusnya dikhidmatkan untuk pembangunan kesejahteraan kehidupan umat Muslim pada khususnya dan umat manusia pada umumnya. Menjadi rahmatan lil ‘alamin adalah sebuah tuntutan dan keharusan, maka hanyalah dengan semangat jihadlah kita bisa mewujudkannya. Dengan melakukan jihad intelektual tentunya.

Jika sekarang paradigma perang sudah berubah dari perang ‘angkat senjata’ menjadi perang informasi, bahkan juga perang pemikiran. Lantas apakah hati kecil kita terpanggil untuk melakukan ‘jihad intelektual ini’ ? Semoga jawabannya adalah YA, aamiin.

Sabtu, 14 Juni 2014

RESENSI "API SEJARAH 1"


Oleh: Achmad ALi Akbar (Staff Kajian Strategi PK KAMMI UPI 2014)

Info Buku:
Judul                     : Api Sejarah 1
Penulis                 : Ahmad Mansur Suryanegara
Penerbit              : Marjin Grafindo Media Pratama, Bandung
Tahun                   : Cetakan VI, Juli 2013
Tebal                     : xx + 586 halaman
ISBN                      : 978-602-84-5897-9

***
“Wal tandhur nafsun ma qaddamat li ghad
Perhatikan masa lampaumu untuk hari esokmu
(QS al Hasyr [59] : 18)

Buku ini adalah sebuah cara baru dalam melihat sejarah indonesia, buku ini mengungkapkan sejarah-sejarah bangsa ndonesia yang diperjuangkan dengan tetesan darah ulama dan santri namun di distorsikan secara sengaja oleh penjajah dengan tujuan yang begitu tidak kita sadari. bangsa-bangsa barat berusaha menguasai sistem penulisan sejarah. mengapa? karena dari hasil penulisan sejarah, akan berdampak terbentuknya citra dan opini masyarakat, tentang kisah masa lalu yang di bacanya. ditargetkan dari hasil bacaannya akan menumbuhkan perubahan system keimanan dan tingkah laku social politik dan budaya selanjutnya, yang memihak penjajah.
Sebagai contoh Wali Sanga didongengkan sebagai tokoh penyebar islam yang sangat tidak islami, ia masih melaksanakan ritual-ritual hindu Buddha. Dapatlah diperkirakan dampaknya terhadap masyarakat pembaca, penulisan sejarah walisanga yang demikian melahirkan kedjawen di jawa tengah dan jawa timur, sedangkan di jwa barat ada aliran kesunden. Yang lebih mengutamakan ajaran leluhur atau nenek moyang.
Didalam buku ini Ahmad Mansyur Suryanegara mencoba mengungkapkan fakta sejarah mengenai peran besar kepemimpinan Ulama dan Santri dalam perjuangan menegakkan kedaulatan bangsa dan Negara dari penjajahan Barat maupun Timur yang bahkan tidak dituliskan dalam buku-buku sejarah kita di SD-SMP-SMA. Sehingga terkesan seolah-olah ummat islam tidak memiliki peran berarti bahkan cenderung menempatkan islam sebagai kekuatan pemecah belah bangsa, sebagai contoh penaklukan madjapahit oleh kesultanan islam demak.
Buku ini pun coba mengungkap beberapa hal yang patut dipertanyakan seperti hari-hari besar di Indonesia seperti haarkitnas, dan hardiknas yang diambil dari hari kelahiran tokoh pendidikan nasional.
Upaya deislamisasi Sejarah Indonesia sudah dilakukan sejak lama, menjadikan peran Ulama dan Santri dibidang ipoleksosbud dan hamkam, tidak menjadi tempat terhormat dalam penulisan Sejarah Indonesia. Sementara masyarakat awam dan cendekiawan Muslim sangat kurang memperhatiakannya. Mereka mengira penulisan sejarah yang benar adalah yang pernah dituliskan terlebih dahulu oleh Sejarawan Belanda.3 Oleh karena itu buku ini muncul untuk mengimbangi dan meluruskan Sejarah Indonesia sesuai dengan fakta.
Masih banyak manifes yang dipampang dalam buku ditulis oleh Ahmad Mansyur Suryanegara ini. Jika pembaca cermat memikirkan manifesnya, Anda memperoleh semacam insight. Karena manifes itu betul-betul memprovokasi, menggali hal yang tak umum, tapi terbukti bermanfaat memompa kesadaran kita.


Jumat, 13 Juni 2014

Beban Siapa Takut !!

Karya: Hedi Hidayat ( Sekretaris Jendral komsat KAMMI UPI 2014) 

Seandainya kita diberikan pilihan hidup, kita harus memilih hidup tenang tanpa beban atau hidup dengan adanya beban?. Dan jawabannya pasti kebanyakan dari kita akan memilih opsi yang pertama, hidup tenang tanpa memiliki beban. Santai saja pekerjaannya. Kita hidup berada di zona keheningan dan kenyamanan yang damai. Bahkan diera modern ini, hidup tenang uang ngalir itu yang menjadi angan-angan lamunan. Ahh enak sekali rasanya.

Hal inilah yang nampak dalam realitas kehidupan kita sekarang, banyak orang yang enggan menanggung beban, enggan menanggung amanah, beribu alasan muncul untuk menolak diberikannya beban dan amanah. Kata ‘Beban’ seolah menjadi kata yang tidak menyenangkan bahkan menjadi kata yang menakutkan di telinga kita. Sepertinya kita sudah mulai lupa, bahwa sesungguhnya bersama ‘beban’ inilah setiap manusia mampu menempuh dan mencapai titik-titik kritis dari kadar jiwa mereka. Dengan ‘beban’ inilah manusia mampu mengasah seluruh kemampuannya.

Sederhananya ketika kita menaiki sebuah gunung, apa yang kita rasakan? Ya, jawabanya pasti berat. Seluruh energi kita keluarkan agar mampu mencapai puncak gunung tersebut. Akan tetapi saat kita coba kembali turun kemudian naik lagi maka gunung yang pernah kita lalui akan terasa lebih ringan, tapi bukan berarti tidak mengeluarkan energi untuk turun.

Lantas beban apakah yang harus kita tanggung ? cobalah tengok keadaan Umat, keadaan bangsa, kedaan agama kita hari ini, sangat memprihatinkan bukan? itulah beban kita saudaraku, itulah amanah kita bersama, kitalah yang harus membenahi keadaan tersebut. Jadilah pahlawan, pahlawan yang mau menanggung beban yang sangat mulia, pahlawan yang berani mengemban amanah bagi kemashlahatan umat.

Pahlawan sejati selalu merupakan seorang pemberani sejati.

Tidak akan pernah seseorang disebut pahlawan, jika ia tidak pernah

membuktikan keberaniannya.

Pekerjaan-pekerjaan besar atau tantangan-tantangan besar dalam sejarah selalu

membutuhkan kadar keberanian yang sama besamya

dengan pekerjaan dan tantangan itu.

Sebab, pekerjaan dan tantangan besar itu selalu menyimpan risiko.

Dan, tak ada keberanian tanpa risiko

(M. Anis Matta)

Kita harus terbiasa dengan ‘beban’, jadikan beban sebagai teman dekat kita, karena orang-orang besar tidak akan jauh dari beban-beban yang harus dihadapinya. Harus kita ingat baik-baik bahwa tidak ada beban yang berat, sesuai dengan firman Allah :

“Allah tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya”. (QS. Al baqarah: 286)

Mulai hari ini sambutlah beban-beban itu dengan senyuman, ketenangan rasa, kearifan jiwa, gelora cinta dan nikmati dengan harmoni. Karena hanya dengan beban itulah kita semakin dekat dengan-Nya, semakin dekat dengan hijaunya taman syurga, semakin cepat kita mendekap bidadari disana, dan kekal didalamnya. Aamiin

Wallahu’alam


Penyimpangan Gerakan Islam.


oleh: Wawan Sutiawan (Staf Kaderisasi KAMMI UPI 14) 

   Tujuan dawah Islam adalah li ilaa-i kalimatillah, untuk menegakkan syariat Allah di muka bumi ini. Yaitu tegaknya suatu system kehidupan yang mengarahkan manusia pada suatu prosesi penghambaan hanya kepada Allah saja. Apabila syariat Allah belum tegak, maka beragam prosesi penghambaan kepada selain Allah akan marak dan terus tumbuh subur.
   Untuk mencapai tujuan tersebut, hanya ada satu jalan, yaitu: jalan dawah. Inilah jalan yang telah ditempuh Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam dan Rasul-Rasul sebelumnya, juga para shiddiqin, syuhada dan shalihin, sebagaimana wasiat Allah swt kepada Rasul-Nya:

وَأَنَّ هَٰذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ ۖ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ۚ ذَٰلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

   Dan inilah jalanKu yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah engkau ikuti jalan-jalan lain, karena itu semua akan menyesatkanmu dari jalan-Nya. Itulah yang telah diwasiatkan kepadamu agar kamu bertaqwa. (QS. Al-Anam:153)
   Di atas jalan inilah Rasulullah beserta pengikut-pengikutnya melangkah, walaupun jalan tersebut berliku, terjal, penuh onak duri bahkan binatang-binatang buas yang siap menerkam. Beliau dan pengikutnya tidak akan berhenti hingga tidak ada lagi fitnah dan sistem Allah (Dienullah) tegak di muka bumi ini secara total.

وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّىٰ لَا تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ كُلُّهُ لِلَّهِ ۚ فَإِنِ انْتَهَوْا فَإِنَّ اللَّهَ بِمَا يَعْمَلُونَ بَصِيرٌ

“…hingga tidak ada lagi fitnah, dan Dien seluruhnya adalah milik Allah. (QS. Al-Anfal:39).
   Sehubungan dengan ini Imam Hasan Al-Banna rahimahullah menyatakan, Jalan dawah adalah jalan satu-satunya. Jalan yang dilalui Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam dan para sahabatnya.Jalan yang juga dilalui para dai yang mendapat taufiq Allah. Bagi kita, jalan ini adalah jalan iman dan amal, cinta dan persaudaraan. Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam mengajak para sahabat kepada iman dan amal. Menyatukan hati mereka dengan jalinan cinta dan persaudaraan. Maka, terhimpunlah kekuatan aqidah yang menjadi kekuatan wahdah (persatuan). Jadilah mereka jamaah yang ideal. Kalimatnya pasti tegak dan dawahnya pasti menang, walaupun seluruh penduduk bumi memusuhinya.
   Beliau memilih jalan yang telah dilalui Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam ini dengan berlandaskan pada tiga kekuatan: kekuatan aqidah dan iman, kekuatan wahdah dan irtibath (jalinan yang kohesif), serta kekuatan senjata dan militer.
   Beliau juga menentukan tahapan-tahapan perjuangan dawah dan aktivitas gerakan, yaitu marhalah tarif (tahap pengenalan), marhalah takwin (tahap pengkaderan) dan marhalah tanfidz (tahap operasional). Disamping juga menetapkan target dan sasaran yang berjenjang melalui proses tarbiyah, yaitu:

1.       Terbentuknya pribadi muslim yang ideal
2.       Terwujudnya keluarga muslim yang bertaqwa
3.      Terbinanya masyarakat muslim yang responsif terhadap seruan Allah
4.       Tegaknya pemerintahan Islam yang berlandaskan syariat Allah.
5.      Tegaknya Daulah Islamiyah di bawah koordinasi Khilafah Islamiyah, hingga menjadi tauladan dunia, dengan idzin Allah.
   Demikianlah beliau dengan para ikhwan lainnya memahami dan mengamalkan Islam dalam seluruh aspek kehidupan. Dan dalam mengorganisir gerakan dawahnya, beliau tentukan rukun baiat yang sepuluh (arkaul baiat al-asyarah), dan menjadikan faham (pemahaman) sebagai rukun baiat yang pertama dan utama. Kemudian meletakkan prinsip-prinsip yang dua puluh, sebagai kerangka yang menjelaskan pemahaman ini.
   Gerakan Ikhwanul Muslimin yang beliau dirikan inilah yang menginspirasi munculnya gerakan-gerakan Islam lain di seluruh penjuru dunia. Termasuk gerakan-gerakan Islam di Indonesia sebagian besar merujuk pada manhaj dawah yang dirumuskan oleh para ulama Ikhwan.

a.       Penyimpangan Dalam Gerakan Dawah
   Setelah mengalami berbagai kendala, ujian dan cobaan, alhamdulillah gerakan dawah kita semakin diperhitungkan oleh banyak kalangan, terutama setelah gerakan ini memasuki mihwar siyasi (orbit politik) dengan memunculkan sebuah partai dawah. Tentu banyak nilai positif yang dapat kita petik dari kehadiran partai dawah ini, disamping ada pula ekses-ekses negatifnya, bagi dawah itu sendiri.
   Semakin besar dukungan masyarakat terhadap partai ini, tentu semakin besar pula beban tanggung jawab yang harus dipikul. Adalah manusiawi apabila dalam proses perjalanan gerakan dawah di ranah politik ini ada oknum-oknum aktifis dawah (dai) yang tergelincir dari jalan dawah ini. Apalagi apabila partai ini semakin besar, maka terjadinya penyimpangan di kalangan pengurus partai pun akan semakin besar. Oleh karenanya mengetahui bentuk-bentuk penyimpangan dawah menjadi keharusan, agar kita semua terhindar darinya.
   Keberhasilan dakwah Islam bergantung pada sejauh mana para pendukungnya berpegang teguh kepada keaslian ghoyah (tujuan) ahdaf (sasaran), dan khiththah (garis perjuangan). Penyimpangan dalam bentuk apapun dan sekecil apapun tak boleh dibiarkan karena bisa berkembang menjadi besar dan membahayakan gerakan dakwah.

1. Penyimpangan dalam Ghayah (Tujuan)
   Penyimpangan ini termasuk penyelewengan yang paling berbahaya. Tujuan dawah secara moral adalah semata-mata karena Allah Taala. Apabila ada motif selain itu, seperti motif-motif duniawi atau kepentingan pribadi yang tersembunyi, adalah penyimpangan.
   Setiap penyimpangan tujuan, meskipun ringan atau kecil, tetap akan menyebabkan amal tersebut tertolak. Penyimpangan ini tidak harus berarti mengarahkan motif secara total ke tujuan duniawi. Tetapi sedikit saja niat yang ada di dalam hati bergeser dari Allah, maka sudah termasuk penyimpangan. Allah tidak akan pernah menerima amal seseorang kecuali yang ikhlas karena-Nya. (QS. Az-Zumar:3, 11-14, Al-Bayyinah:5)
   Riya, ghurur (lupa diri), sombong, egois, gila popularitas, merasa lebih cerdas, lebih pengalaman, lebih luas wawasannya, lebih mengerti syariah dan dawah, terobsesi asesoris duniawi, seperti: jabatan, kehormatan, kekuasaan, kekayaan; adalah penyakit-penyakit hati yang menyimpangkan para dai dari tujuan dawah yang sebenarnya.
   Berdawah itu harus bebas dari kebusukan. Barangsiapa yang berniat baik dan ikhlas, Allah akan menjadikannya sebagai pengemban dawah. Barangsiapa menyimpan kebusukan di dalam hatinya, Allah sekali-kali tidak akan menyerahkan dawah ini kepadanya.
   Demikian pentingnya ikhlas ini hingga Imam Hasan Al-Banna rahimahullah menjadikannya salah satu dari rukun baiat. Seluruh kader wajib berkomitmen dengannya. Menepati dan menjaganya dari segala noda, agar gerakan dawah ini tetap bersih dan suci.
   Menurut Imam Hasan Al-Banna rahimahullah, pengertian ikhlas adalah menujukan semua ucapan, perbuatan, perilaku dan jihadnya hanya kepada Allah semata; demi mencari ridha dan pahala-Nya, tanpa mengharapkan keuntungan, popularitas, reputasi, kehormatan, atau karir. Dengan keikhlasan ini seorang kader dawah akan menjadi pengawal fikrah dan aqidah; bukan pengawal kepentingan dan keuntungan.

2. Penyimpangan dalam Ahdaf (Sasaran Utama)
   Imam Hasan Al-Banna rahimahullah menjelaskan sasaran yang hendak dituju, yakni menegakkan syariat Allah di muka bumi dengan mendirikan Daulah Islamiyah, dan mengembalikan kejayaan Khilafah Islamiyah, sembari menyerukan Islam kepada seluruh manusia.
   Dalam risalahnya yang berjudul Bayna al-Ams wa al-Yaum (Antara Kemarin dan Hari ini), Imam Al-Banna rahimahullah mengatakan: Ingatlah! Kalian mempunyai dua sasaran utama yang harus diraih: Pertama, membebaskan bumi Islam dari semua bentuk penjajahan asing. Kemerdekaan, adalah hak asasi manusia. Tidak ada yang mengingkarinya kecuali orang zhalim, durhaka dan tiran.
   Kedua, menegakkan di Negara yang dimerdekakan itu, berupa Negara Islam Merdeka, yang bebas melaksanakan hukum-hukum Islam, menerapkan sistem sosial, politik, ekonominya, memproklamirkan Undang-Undang Dasarnya yang lurus, dan menyampaikan dawah dengan hikmah. Selama Negara Islam belum tegak, maka selama itu pula seluruh umat Islam berdosa, dan akan dimintai tanggung jawabnya di hadapan Allah Yang Maha Tinggi dan Maha Besar. Disebabkan keengganan mereka menegakkan syariat dan Negara Islam, serta ketidakseriusan mereka dalam upaya mewujudkannya.
   Dalam risalah Al-Ikhwan Al-Muslimun Di bawah bendera Al-Quran, beliau menjelaskan tugas dan target gerakan dawah ini: Tugas besar kita adalah membendung arus materialisme, menghancurkan budaya konsumerisme dan budaya-budaya negatif yang merusak umat Islam. Materialisme dan konsumerisme menjauhkan kita dari kepemimpinan Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam dan petunjuk Al-Quran, menghalangi dunia dari pancaran hidayah-Nya, dan menunda kemajuan Islam ratusan tahun. Seluruh faham dan budaya tersebut harus dienyahkan dari bumi kita, sehingga umat Islam selamat dari fitnahnya.
   Kita tidak berhenti sampai di sini. Kita akan terus mengejarnya sampai tempat asalnya, dan menyerbu ke markasnya, hingga seluruh dunia menyambut seruan baginda Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam, kemudian dunia ini terselimuti ajaran-ajaran Al-Quran, dan nilai-nilai Islam yang teduh menaungi seisi bumi. Pada saat itulah sasaran dan target kaum Muslimin tercapai.
   Dalam menyoroti keadaan negeri-negeri Muslim sekarang ini beliau menyatakan dengan gamblang: Sungguh ini merupakan kenyataan yang dapat kita saksikan. Idealitas Undang-Undang Dasar Islam berada di satu sisi, sedangkan realitas objektifnya berada di sisi lain. Karena itu ketidakseriusan para aktifis dawah untuk memperjuangkan diberlakukannya hukum Islam adalah suatu tindakan kriminal; yang menurut Islam tidak dapat diampuni dosanya kecuali dengan upaya membebaskan sistem pemerintahan dari tangan pemerintah yang tidak memberlakukan hukum-hukum Islam secara murni dan konsekuen.
   Demikianlah ahdaf (sasaran utama) dari gerakan dawah ini dirumuskan oleh tokoh utama dan pemimpin gerakan dawah kotemporer, Imam Hasan Al-Banna rahimahullah.
Jadi, apabila ada aktifis dawah (dai) yang menyatakan bahwa partai dawah ini tidak akan memperjuangkan syariat Islam, dengan alasan apapun (politis maupun diplomatis), jelas telah menyimpang dan menyeleweng dari sasaran gerakan dawah yang utama. Mestinya mereka justru menyebarkan opini tentang kewajiban menegakkan syariah bagi setiap muslim, secara massif, bukan malah menyembunyikanya. Apalagi di era reformasi yang setiap orang bebas bicara apa saja karena dilindungi Undang-Undang.
   Kemudian, apabila partai dawah berkoalisi dengan partai, organisasi, atau komunitas lain yang berbasis ideologi asing, juga telah menyimpang. Karena tugas gerakan dawah Islam adalah membebaskan umat dari penjajahan atau dominasi asing, baik itu ideologi, politik, ekonomi, maupun sosial. Bukan malah bekerjasama dalam ketidakjelasan maksud dan tujuan.
   Para kader dawah atau dai yang terpengaruh kemudian menganut paham materialisme dan gaya hidup konsumerisme juga telah menyimpang dan menyeleweng dari sasaran gerakan dawah ini. Mereka seharusnya memberi contoh berupa keteladanan hidup yang diajarkan Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam, sederhana dan santun dalam keinginan dan kebutuhan.
   Kesalahan dan dosa mereka hanya bisa ditebus dengan menyosialisasi kewajiban menegakkan syariat kepada seluruh elemen umat, dan memperjuangkannya dengan sungguh-sungguh; serta menghindari diri dari sikap dan perilaku materialistis dan konsumtif.

3. Penyimpangan dalam Pemahaman
   Salah satu persoalan mendasar dalam gerakan dawah adalah: Pemahaman. Pemahaman yang benar dan utuh tentang Islam dan manhaj dawah Islam menjadi krusial, sebab kekeliruan pemahaman akan Islam dan manhaj dawahnya menjadikan gerakan ini berbelok arah, sehingga tidak akan pernah sampai ke tujuan.
   Imam Al-Banna rahimahullah memberikan perhatian yang serius terhadap persoalan pemahaman ini. Ia curahkan segenap kemampuannya untuk menyuguhkan Islam sebagaimana yang dibawa Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam dalam wujudnya yang bersih dari segala bentuk penyimpangan, baik dalam hal aqidah, ibadah dan syariah. Terhindar dari pertentangan yang dapat memecah belah umat, dan distorsi hakikat Islam yang dilakukan para musuh Islam di masa lalu maupun kini. Dan beliau menjadikan pemahaman ini rukun baiat yang pertama dan utama.

Bentuk-bentuk penyimpangan dalam pemahaman ini, antara lain:
o. Mengadopsi pemikiran-pemikiran yang bertentangan dengan pemahaman yang benar tentang Islam, Al-Quran dan Sunnah shahih, melontarkan dan menyosialisasikan pemikiran aneh tersebut sehingga membuat bingung umat.
o. Menolak hadits-hadits shahih dan hanya menerima Al-Quran saja. Mengutamakan rasionalitas ketimbang hadits-hadits shahih, dan menafsirkan ayat-ayat Al-Quran secara tendensius tanpa kaidah-kaidah yang benar.
o. Memaksakan semua kader dawah untuk mengikuti satu pendapat ijtihadiyah dalam masalah furu yang memiliki beberapa penafsiran pendapat. Pemaksaan seperti ini akan mengubah gerakan/jamaah dawah menjadi firqah, atau madzhab tertentu; yang bukannya tidak mungkin akan dengan mudahnya mengeluarkan statement: Siapa yang sependapat dengan kami maka dia adalah golongan kami. Yang tidak sependapat, dia bukan golongan kami, maka pergilah menjauh dari kami.Perlu diingat bahwa gerakan dawah ini didirikan bukan atas dasar madzhab tertentu dalam masalah furu. Gerakan ini harus dapat merekut semua umat Islam untuk mempersatukan mereka dalam bingkai aqidah.
   Dalam menghadapi masalah-masalah furu ini, hendaknya diambil yang lebih kuat dalil dan argumentasinya, dan tidak mengecilkan atau menyepelekan pendapat orang lain, meskipun ia berada di luar orbit gerakan dawah ini. Islam mengajarkan kita melihat content (esensi) pendapatnya, bukan siapa yang berpendapat.
   Memperbesar masalah-masalah juziyah dan fariyah, dengan mengenyampingkan masalah kulliyat (prinsip).
    Imam Hasan Al-Banna rahimahullah telah menghimbau kita agar kembali kepada kaidah bijaksana: Hendaknya kita bekerjasama dalam hal yang disepakati, dan saling tenggang rasa dalam masalah yang masih diperselisihkan.
    Membatasi gerakan dawah ini membicarakan Islam dalam hal-hal tertentu yang tidak menyinggung para penguasa pemerintahan maupun para pemimpin gerakan dawah Islam. Padahal kita diwajibkan menyuguhkan Islam secara utuh, mengajak dan mengamalkannya secara utuh pula.

4. Penyimpangan dalam Khiththah (Langkah-Langkah Strategis)

    Mengikuti Pola Partai Politik Sekuler.Dalam hal ini menjadikan politik sebagai panglima, bukan lagi dawah. Menitik beratkan pada faktor kuantitas pendukung (bukan kualitas), dengan tujuan mengumpulkan suara sebanyak-banyaknya dalam pemilu.
   Ini merupakan penyimpangan yang membahayakan bangunan dawah. Sasaran kita bukan sekedar mencari orang yang mau memberkan suaranya di pemilu, tetapi kita membutuhkan orang yang siap mengorbankan harta dan jiwanya di jalan Allah.
   Kita membutuhkan orang yang sabar, mau berkorban, tabah, bersedia menanggung beban-beban dawah, memahami kepentingannya dan bertanggung jawab terhadap amanah yang dibebankan kepadanya.

    Kita menginginkan orang-orang yang mencari akhirat, bukan mereka yang memburu pangkat. Kita mencari orang-orang yang rindu kampung surgawi, bukan orang-orang yang memburu kekuasaan duniawi. Kita menginginkan orang-orang yang kommit dengan nilai-nilai syari, bukan orang-orang yang terobsesi kursi. Kita menginginkan orang-orang yang selalu ingat akan janji Allah, bukan orang yang cepat lupa dengan janji-janji yang dia lontarkan pada waktu kampanye.
   Kita tidak menginginkan gerakan dawah ini dikuasai oleh orang-orang yang berambisi kekuasaan dan harta semata, dengan segala kewenangan dan fasilitasnya. Kita juga tidak butuh orang-orang yang gemar melakukan lompatan-lompatan yang tidak syari untuk meraih ambisi-ambisi pribadinya. Tetapi kita butuh orang-orang yang akan bekerja menegakkan Dienullah, dan beriltizam pada syariat serta menjauhi cara-cara pencapaian tujuan yang tidak syari.
   Mengabaikan Faktor TarbiyahTiadanya perhatian yang layak terhadap tarbiyah akan menyebabkan rendahnya tingkat pemahaman setiap individu, yang pada gilirannya tidak akan melahirkan kader yang mampu membantu meringankan beban jamaah. Tarbiyah berpengaruh terhadap ketahanan kader dalam menghadapi tantangan dan tuntutan amal di jalan dawah, baik pada saat-saat kritis yang membutuhkan pengorbanan, maupun ketika panggilan jihad telah dikumandangkan.

Penyebab terabaikannya faktor tarbiyah:
o. Aktifitas politik mendominasi seluruh amal dawah, sehingga waktu, tenaga, fikiran dan dana tersedot ke aktifitas tersebut.
o. Tidak terpenuhinya kebutuhan akan murabbi, dan naqib, sehingga menyebabkan rendahnya kualitas pembinaan kader yang berujung pada stagnasi pertumbuhan kader.
 o. Usrah atau halaqah berubah menjadi forum sosialisasi qadhaya, bukan solusi qadhaya. Usrah hanya menjadi forum mencari info dan pengumuman, padahal semestinya sebagai wadah pembinaan, pembentukan serta perbaikan akhlak, ruhani dan intelektualitas.
 o. Usrah atau halaqah hanya menjadi wadah untuk membentuk kader-kader dawah yang tak siap berdialog secara kritis dan analistis, karena lebih ditekankan metode indoktrinasi, ketimbang diskusi.
o. Mengabaikan Prinsip The Right Man on The Right Place dalam penyusunan struktur jamaah dawah.Penyimpangan lain yang berbahaya adalah menempatkan kader pada struktur jamaah yang tidak sesuai potensi dan kemampuannya, tetapi berdasarkan like and dislike. Juga memberi amanah atau tugas kepada kader yang tidak sesuai dengan kompetensinya. Hal ini dapat merusak efektifitas gerakan serta menyeret pada ekses-ekses yang dapat melemahkan eksistensi jamaah dan mempermudah timbulnya berbagai penyakit lain.
o. Menerima Prinsip dan Ideologi SekulerRabbaniyah adalah prinsip dasar dawah setiap gerakan Islam. Dawah pada hakikatnya memperjuangkan nilai-nilai Rubbubiyah, Uluhiyah, Mulkiyah dengan cara-cara yang diizinkan Rabb dan dicontohkan oleh Rasul-Nya, oleh kader-kader Rabbani (para Murabbi dan mutarabbi), demi mencari ridha Allah. Dengan demikian kita tidak boleh menerima prinsip dan ideologi Sekularisme, Nasionalisme, Pluralisme, Liberalisme, Komunisme, Kapitalisme juga Sosialisme, walaupun diberi embel-embel Islam di belakangnya.
o.  Membiarkan Jamaah Dipimpin dan Dikuasai Orang yang Tidak JelasGerakan Islam harus memiliki kepribadian Islam yang jelas, dalam pemahaman, tujuan, langkah dan keputusan-keputusannya. Ia tidak boleh tunduk kepada penguasa. Tidak boleh tergiur oleh harta dan tahta. Musuh-musuh gerakan Islam memiliki cara tertentu untuk menghancurkan gerakan dawah. Apabila cara-cara fisik dianggap tidak efektif meredam laju gerakan dawah, maka adakalanya mereka menggunakan cara yang lebih halus tetapi daya rusaknya hebat. Seperti misal, menyusupkan agen intelijen ke dalam saf gerakan Islam. Agen ini berusaha untuk diterima seluruh elemen jamaah, menempel pada qiyadah jamaah, mempengaruhinya dalam setiap pengambilan keputusan, dan secara licin dan lihai membelokkan arah gerakan ini menuju lembah kebinasaan. Sejarah keruntuhan kekhalifahan Utsmaniyah di Turki, karena disusupi intelijen Yahudi, mestinya menjadi pelajaran berharga bagi setiap gerakan Islam.
o. Berpartisipasi dalam Pemerintahan yang Tidak Menjalankan hukum AllahPada dasarnya kita tengah berupaya menjalankan hukum Allah dan tidak akan menyetujui hukum atau aturan apapun yang bertentangan dengan syariat Allah. Tidak dapat dibenarkan kader gerakan Islam ikut masuk dan berpartisipasi dalam pemerintahan yang tidak menjalankan syariat Islam, apalagi apabila dia tidak mampu mempengaruhi pemerintahan tersebut, dan bahkan menjadi terpengaruh oleh sistem yang tidak islami. Sikap ini termasuk penyimpangan dari tujuan gerakan Islam ini.
   Mungkin dalam situasi kondisi tertentu, atas izin jamaah, setelah melalui pertimbangan syariah dan politik yang matang, diperlukan ikut serta dalam pertimbangan. Dengan pengertian pemerintahan tersebut dalam transisi menuju terbentuknya sistem pemerintahan Islam yang sempurna. Hal ini dapat dibenarkan dengan syarat ada kontrak politik tertulis berupa jaminan bahwa pemerintah setuju untuk mewujudkan hal tersebut. Hal ini tidak boleh diserahkan kepada ijtihad pribadi. Apabila kesepakatan itu dilanggar, maka kita harus segera melepaskan diri dari partisipasi tersebut, agar tidak tertipu dan tergelincir dari tujuan gerakan dawah yang mulia ini.
   Berkoalisi dengan Pihak Lain dengan Mengorbankan Prinsip dan Tujuan DawahDengan sebab dan alasan apapun, tidak dibenarkan mengadakan koalisi dengan pihak-pihak yang tidak memiliki kesamaan ideologi, visi dan misi dalam memperjuangkan tegaknya syariat Allah. Apalagi jika koalisi tersebut harus mengorbankan prinsip-prinsip Islam yang akan diwujudkan melalui perjuangan kita selama ini.
   Mereka menginginkan supaya kamu bersikap lunak, maka mereka pun bersikap lunak pula kepadamu. (QS. Al-Qalam:9)
   Begitu pula, tidak dibenarkan melakukan koalisi sdengan mengorbankan sasaran dan target yang selama ini kita berusaha mencapainya. Kalau hal ini dilakukan, berarti kita telah menjurus kepada penyimpangan dan pergeseran dari prinsip, serta menyeret semua amal dan pengorbanan ke arah yang tidak benar. Bahkan meratakan jalan bagi musuh untuk menguasai dan menentukan arah dan langkah pergerakan kita.
   Karena itu, menjadi kewajiban kita semua untuk mengingatkan agar jangan mengangkat orang-orang yang tidak jelas ideologi perjuangannya menjadi pemimpin. Jangan memberi dukungan kepada orang-orang yang zhalim dan korup. Jangan tunduk kepada mereka karena iming-iming harta dan posisi. Jangan mengadakan perjanjian yang akan membahayakan eksistensi gerakan Islam. Mari kita berhati-hati, dan tidak memberikan kepercayaan, dukungan dan loyalitas kepada musuh-musuh Allah. Allah telah mengingatkan:

Kamu tidak akan mendapati suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari Akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan RasulNya, walaupun orang-orang itu bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, atau kerabat mereka. Mereka itulah orang-orang yang Allah telah menanamkan ke dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang dari-Nya. Mereka akan dimasukkan ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka dan mereka pu ridha terhadap Allah. Mereka itulah Hizbullah (Partainya Allah). Ketahuilah bahwa sesungguhnya Partai Allah itulah yang akan memperoleh kemenangan. (QS. Al-Mujadalah:22)
   Mengabaikan Prinsip dan Keputusan SyuraAllah mewajibkan syura kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam, meskipun beliau telah mendapat wahyu. Beliau selalu melaksanakan syura bersama para sahabatnya karena perintah Allah dan sebagai tasyri bagi umat Islam. Untuk itulah, beliau mengikuti pendapat Habbab dalam perang Badar, dan mengikuti usulan Salman dalam perang Khandaq.
    Syura penting kedudukannya dalam gerakan Islam dan amal jamai. Dengan syura akan diperoleh pendapat yang lebih matang dan benar. Ia memberi kesadaran akan dasar-dasar keikutsertaan dalam tanggung jawab. Syura juga menumbuhkan suasana saling percaya dan kerjasama antara semua anggota jamaah.
    Setiap individu dalam gerakan Islam dituntut agar bersifat positif dan aktif dalam dawah. Ia harus ikut memikirkan, memberikan pandangan-pandangan dalam mewujudkan kemanfaatan, menghindari kemuidharatan, serta membantu qiyadahnya dengan pemikiran, ide, gagasan, serta nasihat, sesuai dengan adab dawah.
   Kepada para qiyadah, apapun jabatannya, harus bermusyawarah dengan para kadernya. Memanfaatkan pandangan dan pemikiran mereka dalam menghadapi persoalan dan kemelut. Berlapang dada dalam menerima nasihat yang diberikan kader, walaupun dirasa pahit dan caranya kurang berkenan, agar dawah tidak kehilangan kebaikan yang terkandung di dalam nasihat tersebut.
   Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepada kedua amirul mukminin Abu Bakar radhiyallahu anhu dan Umar radhiyallahu anhu yang ketika memberi sambutan di hari pelantikannya sebagai Khalifah, keduanya meminta teguran rakyat atas segala bentuk penyelewengan.
   Amirul mukminin Umar radhiyallahu anhu bersikap lapang dada terhadap seorang rakyat yang berkata lantang kepadanya di hadapan masyarakat banyak: Kalau kami melihat Anda melakukan penyimpangan, maka kami akan meluruskannya dengan pedang kami!
   Pelanggaran terhadap prinsip dan keputusan syura yang dilakukan qiyadah, apapun jabatannya, ilmu dan keahliannya, disamping menyimpang dari khiththah perjuangan, juga berarti pengkhianatan terhadap misi dawah.
   Begitu pula bagi para kader yang bersikap pasif, tidak memberikan pendapat, masukan dan nasihat kepada qiyadah, serta merasa tidak bertanggung jawab atas masalah tertentu yang strategis, adalah bentuk penyimpangan dan pelanggaran atas prinsip syura dalam dawah.
   Di antara bentuk penyimpangan lain dari prinsip syura yang berbahaya adalah menjadikan syura sebagai formalitas belaka yang kering dari esensi. Ada Majelis Syura, namun pembentukannya diintervensi dan keputusannya direkayasa oleh pihak-pihak tertentu. Islam menolak segala bentuk manipulasi dan penipuan. Sangat ketat dalam proses pemilihan anggota Majelis Syura, karena mereka bukan saja bertanggung jawab kepada jamaah; tetapi juga kepada rakyat dan yang paling penting kepada Allah Yang Maha Tahu. Pemilihan anggota majelis syura harus melibatkan semua kader dan elemen jamaah, dengan mempertimbangkan kebenaran, keadilan dan keridhaan Allah, bukan keridhaan qiyadah. Barangsiapa melanggar hal ini, berarti telah mengkhianati Allah, Rasul-Nya dan orang-orang beriman.
   Demikianlah sebagian dari bentuk-bentuk penyimpangan dalam gerakan Islam yang dapat menggelincirkan kita dari tujuan dawah yang mulia dan suci. Mudah-mudahan Allah Azza wa Jalla melindungi kita dari hal-hal tersebut di atas. Hasbunallahu wanimal wakil, nimal mawla wa niman-nashir.

Wallahu a'lam bish-shawwab.