Departemen Kajian dan Strategi Kesatuan Aksi Mahasiswa
Muslim Indonesia Komisariat Universitas Pendidikan Indonesia (KAMMI UPI)
menyelenggarakan acara kajian yang bertemakan “Mengupas Pengkhianatan Demokrasi
Mesir” (12/7). Kajian yang bertempat di Mesjid Al Furqan UPI ini bertujuan untuk membuka wawasan kader KAMMI dan mahasiswa
secara umum untuk mempunyai sikap dalam menanggapi masalah yang sedang hangat
dibicarakan saat ini di seluruh dunia. Kajian ini dihadiri oleh 43 peserta
dengan ikhwan berjumlah 15 orang dan akhwat 28 orang.
Dalam kajian ini dijelaskan sejarah pemerintahan Mesir,
profile Ikhwanul Muslimin, profile Mursi dan profile tokoh-tokoh yang
terlibat dalam penggulingan Husni Mubarak dan kudeta Mesir yang tengah terjadi
beberapa pekan terakhir ini. Risma Aditiana (Tokoh KAMMI) sebagai pemateri
dalam kajian menjelaskan bahwa pada momen turunnya Mubarak, Tantawi (Penyelenggara
Pemilu) seorang dewan militer yang sangat berpengaruh di Mesir menyatakan akan
menghormati perjanjian yang telah dibuat oleh pihak luar, perjanjian ini bernama Camp David yang telah dibuat jauh sebelum turunnya Mubarak.
Perjanjian ini merupakan perjanjian perdamaian dengan Israel yang dilakukan
oleh presiden mesir sebelumnya yaitu Anwar Sadat. Mursi merupakan presiden
muslim pertama di Mesir yang dipilih secara demokratis dan merupakan anggota
dari Ikhwanul Muslimin yang dalam pidatonya menyerukan untuk memakai ideologi
islam. Hal ini menjadi ancaman bagi Israel tentunya dan terjadilah serangkaian
aksi kudeta untuk menurunkan Mursi oleh pendukung perjanjian tersebut.
Achmad Faqihuddin selaku Ketua Umum PK KAMMI UPI 2013 berpendapat
“
Mesir menjadi Negara yang menjadi sorotan saat ini, dalam 2 tahun terakhir ada
peristiwa heroik di Mesir pertama menggulingkan Mubarak dan kedua kudeta Mesir
menurunkan Mursi. Tentu dua kejadian tersebut sangatlah berbeda, Revolusi mesir
terjadi akibat kediktatoran rezim yang berkuasa selama 30 tahun. Sedangkan
kudeta terjadi karena permasalahan yang sepele, yang perlu kita tanyakan adalah
mengapa rakyat Mesir lebih tahan dibawah kediktatoran Mubarak dibandingkan
dengan pemerintahan yang diangkat secara demokratis yaitu Mursi. Bila kita
lihat, kuantitas rakyat yang mendemo Mursi jumlahnya lebih sedikit bila
dibandingkan dengan jumlah rakyat yang mendukung Mursi. Apakah ini bertanda
bahwa kudeta yang terjadi hanya diinginkan oleh sebagian kecil rakyat Mesir?.
Sebelum lebih jauh, kita katakan pegulatan di Mesir adalah pegulatan ideologis
antara islam dan sekuler. Kita harus sadari bahwa kudeta terhadap Mursi
merupakan sebuah penodaan terhadap demokrasi, karena Mursi adalah pemimpin
Mesir yang diangkat secara demokratis pula.”
Kajian yang berlangsung selama 120 menit itu berjalan dengan baik dan memberikan banyak pengetahuan dan pandangan untuk para peserta
dalam menyikapi permasalahan yang terjadi saat ini di Mesir.
"Dari kejadian di mesir kita bisa memetik pelajaran,
bahwa perbedaan ideologi yang mendasari semua konflik dimanapun termasuk dimesir
sekarang, adanya penolakan penerimaan ideologi hakiki yang dibawa oleh aturan
Allah. Maka strategi kedepan yang bisa kita maksimalkan dan optimalkan yaitu
dengan merekrut kader-kader baru, dengan perekrutan ini kita bisa menanamkan
imun dari suatu pemahaman yang akan menentang islam, dengan banyaknya kader
maka dari pribadi-pribadi itu kita bisa menyebarkan imun-imun ke masyarakat
luas baik secara langsung, maupun tidak langsung, cepat atau lambat, sehingga
bisa mengakar kuat dimasyarakat luas dan membuat ideologi islam menjadi
mayoritas sehingga kita memiliki kekuatan yang sangat besar untuk mengubah
Indonesia bahkan dunia sekalipun dengan tekanan lawan, dan itu tidak akan ada
artinya karena kita memiliki power yang sangat kuat.
KAMMI Want You for Change The World." Ujar Al Maun selaku Ketua
Departemen Kastra PK KAMMI UPI 2013.(Maya.K)
editor: Maya.K