Kenali Kartini Sampai Tuntas!

Kartini adalah perempuan yang terlahir dari kalangan priyayi Jawa pada tanggal 21 April 1879. Ia putri dari Bupati Jepara Raden Mas Sosroningrat dari istri pertamanya, namun bukan yang utama. Artinya ketika menikah dengan ibunda Kartini yakni M.A. Ngasirah ia masih menjabat sebagai seorang wedana di Mayong. Seiring berjalannya waktu R.M. Sosroningrat diangkat menjadi Bupati, namun peraturan kolonial ......

Mengapa Aku Mencintai KAMMI

“Orang bijak berkata... bahwa mencintai itu tak butuh alasan.” Jumat, 24 Juni 2011. Semua barang sudah disiapkan. Dicek untuk terakhir kalinya, kemudian melaju ke kampus Unisba. Daurah Marhalah I. Saat itu, diri ini memang belum mengerti kegiatan seperti apa dan untuk apa DM I itu. Di perjalanan, terlintas peristiwa beberapa tahun silam ketika seorang teman mengajak untuk masuk KAMMI....

KAMMI, PENDIDIKAN UNTUK PERADABAN

Indonesia, mendengar kata itu terngiang di benak seorang pemuda akan perjuangan dan pengorbanan para pejuang tangguh. Kini saatnya seorang pemuda ambil alih,...

HIBRIDISASI PENDIDIKAN SEBAGAI KATALISATOR PENINGKATAN KUALITAS PENDIDIKAN INDONESIA MASA DEPAN

Memasuki abad ke-21 ini, pendidikan nasional Indonesia menghadapi tantangan yang berat yaitu tantangan globalisasi, otonomi daerah dan desentralisasi pendidikan untuk mengembangkan pendidikan...

Menuju DM 1 KAMMI UPI yang Ideal

“Membentuk kader yang mujahadah dalam beraktualisasi dan beramal dengan intelektualitas yang tinggi menuju generasi Robbani”, Itu yang menjadi fokus kerja Tim Kaderisasi KAMMI UPI kedepan.

Rabu, 07 Januari 2015

Indahnya Hidup Peduli

by: Achmad Ali Akbar (Ketua Departemen Kajian Strategi KAMMI UPI)
Seorang sahabat rasulullah tampak bahagia bersama tamunya. Sesekali pandangannya menatap lekat-lekat mimik sang tamu yang begitu antusias menceritakan perjalanan hijrahnya dari Mekah. “Ah betapa capeknya, betapa haus dan laparnya saudaraku ini. Ia telah menempuh perjalanan lebih dari enam ratus kilometer,” begitu pikir sang tuan rumah yang tergolong sahabat Anshar ini.
Tak lama kemudian, hidangan pun tampil. Setelah dipersilahkan, sang tamu langsung menikmati hidangan sederhana itu. Dan lampu pun mati. Tak terpikir oleh sang tamu bahwa, ia sedang menikmati hidangan itu sendirian. Ia tidak sadar bahwa tuan rumah yang seolah-olah sama-sama menikmati hidangan itu cuma memegang piring kosong. Dan tak pernah terlintas oleh sang tamu bahwa hidangan yang ia santap itu adalah jatah sarapan esok pagi anak-anak tuan rumah yang mulia ini.
Malam saat itu menjadi saksi. Betapa tingginya nilai kepedulian yang dipersembahkan oleh seorang sahabat Rasulullah itu. Dan al-Qur’an pun mengabadikannya dengan begitu indah. “Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshar) sebelum kedatangan mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin);dan mereka mengutamakan (orang muhajirin) atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apayang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (Al-Hasyr: 9).
Mahalnya nilai kepedulian
Kepedulian memang mahal. Tak semua orang punya sensitivitas seperti itu. Orang yang peduli adalah orang yang hatinya memiliki kemampuan menangkap sinyal-sinya negatif di sekelilingnya. Walaupun sinyal itu terasa lemah.
Orang jenis ini akan menangkap sesuatu ketika mendapati dapur tetangganya tidak lagi mengepul. Ia akan tertegur ketika di meja makannya terhidang berbagai jenis makanan. Seperti ini jugakah meja makan tetangga saya,saudara saya, sahabat saya. Betapa zhalimnya saya yang enak tidur berperut kenyang, sementara tetangga saya sulit tidur karena lapar.
Orang ini menangkap sesuatu ketika tuan rumah yang ia kunjungi Cuma bisa menyediakan air putih. Ya Allah, entah berapa sisa makanan lagi yang masih tinggal di dapur saudara saya ini. Betapa saudaraku seiman ini sedang merasakan kesulitan yang begitu parah.
Kepedulian orang seperti itu sangat berbanding lurus dengan cahaya keimanan yang menerangi hatinya. Imannya telah menggosok bersih kerikil-kerikil materialis yang sangat mungkin melekat di hati setiap orang. Siapa pun dia.
Al-Baihaqi meriwayatkan bahwa Umar bin Khattab pernah bertanya kepada Jabir bin Abdullah. “Buat apa uang dirham itu, Jabir?” Jabir menjawab.”Saya ingin membeli daging. Keluarga saya hobi dengan daging.” Mendengar itu, Umar pun berucap, “Apakah setiapkali kamu suka dengan sesuatu, kamu membelinya? Tidak patutkah seseorang diantara kamu mengencangkan perutnya untuk anak paman dan tetangganya? Kemanakah lenyapnya ayat ini dari kalian, “Kamu telah menghabiskan rezekimu yang baik dalam kehidupan duniawimu (saja) dan kamu telah bersenang-senang dengannya.” (QS. Al-Ahqaf:20)
Berbeda dengan Umar bin Khatab, Umar bin Abdul Aziz punya daya sensitivitas yang lain. Suatu hari kepeduliannya benar-benar terusik. Saat itu, ia mendengar bahwa salah seorang kerabatnya baru saja membeli sebuah cincin. Dan yang paling menyentil naluri kepeduliannya, harga permata cincin itu senilai seribu dirham.
Spontan saja Umar bin Abdul Aziz menulis sepucuk surat buat kerabatnya. “telah sampai berita kepadaku bahwa kamu telah membeli cincin yang permatanya senilai seribu dirham. Jika surat ini telah kamu baca, maka jual lah cincin tersebut. Dan belanjakanlah hasil penjualan itu untuk memberi makan seribu orang yang kelapran. Setelah itu, kamu beli cincin baru yang permatanya terbuatdari besi dan bertuliskan.”Semoga Allah mengasihi orang yang menyadari jati dirinya.”

Dari mana Datangnya Kepedulian?
Keimanan adalah kunci utama bersinarnya  nilai kepedulian dalam diri seseorang. Hampir  semua hadits rasul yang menggugah nilai kasih sayang, kepedulian dan pengorbanan selalu digandeng dengan nilai keimanan. Diantaranya, “Tidaklah beriman seseorang diantara kamu sehingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” Hadits lain mengatakan, “Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah ia menghormati tetangganya.” Dan hadits tentang kepedulian lain adalah “Tidaklah beriman diantara kamu yang tertidur dengan enak sementara tetangganya kelaparan.”
Jika cahaya iman redup dalam diri seseorang pudar pula nilai kepedulian dalam dirinya. Ia akan terbiasa dengan dunianya sendiri. Ia berusaha mencari kenikmatan yang aneh-aneh. Dr. Yusuf Qardhawi menulis dalam bukunya “Daurul Qiyam wal akhlaq fil Iqtishodil islam’. “Sampai-sampai belanja itu sendiri bagi sebagian orang adalah sebuah kenikmatan. Bahkan suatu tujuan utama meskipun tanpa keperluan dan tanpa manfaat. Sebagian merasakan sebuah kenikmatan manakala ia membeli sesuatu yang mahal. Dan sesuatu yang ia beli itu tanpa tujuan manfaat, hanya sekedar kepuasan dan saling membanggakan diri.”
Apa yang terucap dalam pena Dr. yusuf Qaradhawi boleh jadi sudah mewabah di lingkungan kita, atau bahkan kita sendiri. Tidak sedikit saudara-saudara kita mondar-mandir ke took handphone hanya Cuma pingin ganti model.ada juga yang mondar-mandir ke showroom mobil, Cuma pingin ganti model mobil yang terbaru.
Puteri Rasulullah saw, Fathimah Az Zahrara ra. Pernah mendengar nasihat ayahnya yang tercinta. “Orang-orang yang paling buruk dari umatku adalah orang-orang yang dijejali kenikmatan, mereka yang makan dengan bermacam-macam makanan, berpakaian dengan bermacam-macam busana, dan banyak bicara omong kosong.” (HR. al baihaqi, At-Thabrani)
Saat muadz bin Jabal diutus rasulullah untuk pergi ke Yaman, beliau saw. Memberikan pesan, “Jauhilah olehmu berfoya-foya, karena hamba-hamba Allah (yang taat) itu bukanlah orang yang berfoya-foya.” (HR. Ahmad)
Mulailah dari Lingkungan kita
Krisis ekonomi yang terjadi di negeri ini memang benar-benar serius. Ia bagaikan badai yang siap menyapu apa dan siapa saja yang ia temui. Entah berapa puluh uta saudara kita di negeri ini yang akhirnya jatuh ke dalam lembah kemiskinan, hidup susah, makan ala kadarnya, dan cita-cita hidup buram tak berbentuk.
Pada posisi ini, saudara-saudara kita yang miskin itu terkepung banyak penyakit: kecemburuan sosial, krisis kepercayaan kepada Allah, ulama dan dirinya sendiri. Perilaku anarkhis seolah menjadi akrab. Kriminalitas seolah jadi solusi.
Jika ini dibiarkan, gelombang penyakit ini akan berimbas ke seluruh lapisan masyarakat. “Dan periharalah dirimu dari siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang zhalim saja diantara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaNya.” (QS. Al-Anfal:25)
Kepedulian yang kita miliki harus berwujud nyata di lingkungan kita. Dan itu harus dimulai dari lingkungan kita yang paling dekat dengan kita: orangtua, kakak, adik, paman, bibi, tetangga, dan saudara-saudara seiman lain yang terjangkau oleh kita, saudara kita di organisasi. Bagaimana mungkin sebuah kepedulian besar terlahir nyata, jika dengan saudara dekat saja cuek tak peduli. Pada kondisi ini pola piker pun mesti di stel ulang: apa yang bisa saya lakukan buat orang lain. Bukan apa yang harus orang lain lakukan buat kita.
Sekecil apapun daya peduli yang kita miliki, harus diwujudkan dengan terang. Mungkin, kita bisa menyisihkan uang belanja, uang jajan yang tak seberapa buat ditabung. Hasilnya bisa berwujud pembiayaan uang sekolah anak tetangga kita yang sangat kekurangan. Dan pola bangun peduli ini akan lebih dahsyat jika dilakukan secara bersama-sama.
Kepedulian memang bukan cuma basa-basi. Ia harus terlahir dalam hidup kita sehari-hari. Namun itupun kalau masih ada yang peduli. Kalau bukan kita, siapa lagi



Sabtu, 27 Desember 2014

KAMMI UPI JANGAN MEMBUSUK

Oleh: Fajar Romadhon (Wakil Ketua Dept. Sosmasy PK KAMMI UPI)

Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia merupakan organisasi pergerakan mahasiswa yang namanya tercatat dalam panggung sejarah Indonesia. Awal kemunculannya masih banyak menyisahkan keanehan dan menuai banyak pertanyaan di mata publik. Karena dalam tempo yang relatif singkat organisasi ini mampu menghimpun ribuan massa yang solid dan massif. Tidak hanya itu, Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia juga mampu menjadi motor penggerak atas lengsernya rezim Soeharto. Itulah sebuah karya monumental Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia di awal kelahirannya.
Tulisan ini hanya sebagai refleksi penulis saja yang akhir-akhir ini merasakan kegundahan atas keberjalanan dari Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia Komisariat Universitas Pendidikan Indonesia selama dua periode. Mungkin tulisan ini dinilai subjektif, karena hanya datang dari luahan hati penulis yang sedang gundah.
Kita semua mungkin mengetahui bahwa jatah hidupnya seorang muslim adalah masa karya. Karena dengan karyalah seseorang akan terus dikenang, bahkan dikenang sampai melebihi umur kematiannya. Tentunya karya yang lahir dari proses pemikiran, pemahaman dan pencarian makna. Karyalah yang membuat hidup.
Mungkin kutipan ini dapat menguatkan pendapat penulis di atas, bahwa hidup adalah masa karya, yang kemudian kita sebut umur untuk berkarya. Harga hidup kita di mata kebenaran, ditentukan oleh kualitas karya kita. Maka sesungguhnya, waktu yang berhak „diklaim‟ sebagai umur kita adalah sebatas waktu yang kita isi dengan karya dan amal, selain itu, ia bukan milik kita (Anis Matta, Arsitek Peradaban, 2007).
Lantas apa kaitannya prolog diatas dengan judul “KAMMI UPI jangan membusuk”?. Umur organisasi ini tidak ditentukan oleh jatah umur satu orang atau kuantitas massa berkerumunan tak beraturan. Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia adalah organisasi kader dan pergerakan, itu karakter dari organisasi ini. Penulis mengamati bahwa selama dua periode di PK KAMMI UPI, karakter khas dari organisasi ini belum terinternalisasi ke setiap
- 10
kadernya, atau bahkan kepada pengurus inti dari pengurus komisariatnya sendiri. Organisasi ini adalah organisasi pengkaderan bukan perekrutan. Organisasi ini adalah organisasi pergerakan bukan organisasi event organizer. Penulis mengamati bahwa KAMMI UPI seperti mengalami disorientasi.
Semarak merekrut kader baru di tahun ini, seperti euforia belaka, karena KAMMI UPI hanya mengikuti wacana publik yang bomming di media. Jadi seakan terbawa oleh arus yang sedang deras mengalir. Setiap komisariat seakan berlomba-lomba untuk merekrut kader sebanyak-banyaknya. Bahkan komisariat yang paling banyak merekrut itulah yang bagus. Merekrut kader (mahasiswa baru) dengan agenda PMB (Penerimaan Mahasiswa Baru) dan “Open House KAMMI UPI” di awal tahun ajaran baru jika tanpa program yang terstruktur, bagi penulis hanya euforia belaka. Bagi penulis, KAMMI UPI harus memiliki sikap yang berbeda dengan komisariat yang lainnya, bahasa sederhananya mampu berkarya menciptakan gelombang baru. Bagusnya komisariat bukan dinilai dari siapa yang paling banyak merekrut mahasiswa baru saat penerimaan mahasiswa baru atau open house, tapi kualitas kader yang dibina. Pada bagian ini, penulis ingin menyampaikan pesan dari Mohammad Natsir dalam bukunya Percakapan Antar Generasi, “Jangan berhenti tangan mendayung, nanti arus membawa hanyut.”
Penulis mengamati, bahwa pasca DM1, kader baru seperti tidak ada pembinaan. Jadi seakan DM1 hanya sekedar pengguguran kewajiban dari program kerja kaderisasi saja. Mungkin ini terjadi di beberapa komisariat atau bahkan organisasi ekstra lainnya. Kemudian, apakah PK KAMMI UPI harus mengikuti hal demikian pula?. Karena KAMMI adalah organisasi pengkaderan, maka sudah selayaknya harus membina kader-kadernya. Penulis mengatakan seperti ini, karena pernah menjadi saksi mata atas keberjalanan dari KAMMI UPI selama dua periode. Dari 50 peserta DM1, hanya sekitar 5-7 orang yang berhasil dibina dan dikaryakan. Bahkan penulis sendiri sering ditanya oleh banyak kader yang mengatakan bahwa, “pembinaan (Madrasah KAMMI) kapan dan ada tidak?. Selama ini yang terjadi adalah, kaderisasi hanya mengelompokkan kader baru untuk madrasah KAMMI (MK) di awal dan setelah itu tidak ada monitoring, sehingga pada akhirnya tidak ada pembinaan utuk kader baru.
Masalah lain yang terjadi adalah, bahwa organisasi KAMMI adalah orgnisasi pergerakan. Namun, selama ini belum ada pergerakan signifikan yang dilakukan oleh KAMMI UPI. Departemen-departemen yang ada di kepengurusan PK KAMMI UPI seperti Sosial Masyarakat
- 11
(SOSMASY), Bidang Pemberdayaan Perempuan (BPP), Kajian Strategis (Kajstra) yang seharusnya bisa menciptakan pergerakan, namun sampai saat ini belum terlihat karya signifikannya.
Departemen SOSMASY yang punya bergaining “gerakan KAMMI mengajar” di desa binaan KAMMI UPI belum bisa terimplementasikan dengan baik, karena sumber daya yang kurang. Selain itu, masih kurangnya kesadaran akan pengabdian pada masyarakat. Departemen kajian strategis yang menjadi poros pergerakan, kini mengalami stagnasi. Pergerakan akan muncul berawal dari kajian dan diskusi. Namun, departemen kajian strategsi sekarang seakan kehilangan ruhnya. Kajian dan diskusi yang menjadi ciri khas kader KAMMI seakan pudar perlahan. Departemen BPP punya peranan penting dalam memberdayakan potensi kader-kader perempuan, namun keberadaannya seakan tertutupi oleh hingar bingar program kerja depatremen lain. Tiga departemen ini potensial untuk menciptakan pergerakan di kampus UPI sendiri, jika fungsionarisnya faham akan tugas dan fungsinya. Satu hal lagi yang menjadi masalah bersama KAMMI UPI adalah, roda keorganisasiannya tidak berjalan dengan baik sekan seperti komunitas yang sifatnya temporal dan tak beraturan.
Jika karakter organisasi ini mulai di jauhkan maka tidak lama lagi KAMMI UPI akan membusuk, dan hilang dari peredarannya. Sekali lagi, mungkin tulisan ini hanya subjektif, namun bisa juga dinilai objektif. Tulisan ini hanya datang dari pribadi yang fakir dan sedang mengalami kegundahan hati.
Tulisan ini belum memberikan solusi yang terperinci, insyaallah penulis akan berusaha menuliskan win-win solution-nya. KAMMI UPI janganlah engkau membusuk, engkau hanya perlu bertahan sejenak untuk menunggu pahlawan dari langit yang akan membersamaimu untuk menjadi lokomotif pergerakan mahasiswa. Tulisan ini hanya sebagai pemantik diskusi kader KAMMI UPI ... hehehe Terimakasih.

Sekelumit Gagasan dari seorang fakir untuk KAMMI UPI

Oleh: Fajar Romadhon (Wakil Ketua Dept. Sosmasy PK KAMMI UPI)

KAMMI tidak lagi bisa dianggap sebagai gerakan mahasiswa kelas bawah. Dari awal kelahirannya KAMMI sudah melampaui zamannya, artinya KAMMI sudah mampu berlari meninggalkan gerakan-gerakan mahasiswa yang lahir sebelumnya.
Sejarah reformasi pasca lengsernya Soeharto tak bisa dipisahkan dengan peran KAMMI sebagai salah satu organisasi pergerakan da‟wah di Indonesia. Ketika berbagai pihak seperti bingung mencari solusi atas krisis multidimensi yang melanda Indonesia awal tahun 1997, KAMMI menawarkan solusi reformasi moral dengan terlebih dahulu menggantikan Soeharto dengan pemimpin yang memiliki komitmen moral dan mengutamakan kepentingan masyarakat (Syamsul Hilal, 2003: 80).
Perlu diketahui bersama oleh kader KAMMI, bahwa salah satu yang melatarbelakangi lahirnya KAMMI adalah keprihatinan yang mendalam terhadap krisis nasional yang melanda Indonesia dan didorong oleh tanggung jawab moral terhadap penderitaan rakyat, serta itikad baik untuk berperan aktif dalam proses perubahan kea rah yang lebih baik. Sehingga kesadaran inilah yang men-drive kader KAMMI dalam bergerak menuntaskan perubahan.
Oleh karenanya agar dakwah KAMMI dapat tumbuh berkelanjutan secara seimbang, tetap berada pada orientasi yang benar, mampu mengelola amanah dan masalah, dan terus memiliki kekuatan untuk mewujudkan tujuan-tujuannya, maka KAMMI menyusun dirinya di atas unsur-unsur sebagai berikut:
1. Bina al-qo’idah al-ijtima’iyah (membangun basis sosial), yaitu membangun lapisan masyarakat yang simpati dan mendukung perjuangan KAMMI yang meliputi masyarakat umum, mahasiswa, organisasi dan lembaga swadaya masyarakat, pers, tokoh, dan lain sebagainya.
2. Bina al-qo’idah al-harokiyah (membangun basis operasional), yaitu mambangun lapisan kader KAMMI yang bergerak di tengah-tengah masyarakat untuk merealisasikan dan mengeksekusi tugas-tugas dakwah yang telah digariskan KAMMI.
- 6
3. Bina al-qo’idah al- fikriyah (membangun basis konsep), yaitu membangun kader pemimpin yang mampu menjadi teladan masyarakat, memiliki kualifikasi keilmuan yang tinggi sesuai bidangnya, yang menjadi guru bagi gerakan, mengislamisasikan ilmu pengetahuan pada bidangnya, dan memelopori penerapan solusi Islam terhadap berbagai segi kehidupan manusia.
4. Bina’ al-qo’idah al-siyasiyah (membangun basis kebijakan), yaitu membangun kader ideolog, pemimpin gerakan yang menentukan arah gerak dakwah KAMMI, berdasarkan situasi dan kondisi yang berkembang.
Keempat unsur tersebut merupakan piramida yang seimbang, harmonis dan kokoh, yang menjamin keberlangsungan gerakan KAMMI (Sudarsono, 2010: 92-93). Selain itu perlu diketahui pula bahwa KAMMI adalah organisasi kader (harokatut tajnid) dan organisasi pergerakan (harokatul amal).
KAMMI senantiasa melakukan perbaikan terhadap dirinya agar menjadi organisasi yang ideal, mapan dan mampu memberikan kontribusi lebih terhadap perbaikan bangsa Indonesia. Bagi Alamsyah Saragih (Ketua Komisi Informasi Pusat) menyatakan bahwa KAMMI nampaknya sedang bereksplorasi, karena KAMMI mencoba untuk masuk ke semua lini.
Organisasi yang ideal adalah yang mampu mengembangkan dirinya menjadi suatu lembaga yang tampil dengan segala kemampuan dan kredibilitasnya. Dengan demikian ia dapat memainkan peranan yang signifikan dalam da‟wah di tengah-tengah masyarakat dan sekaligus memiliki posisi yang strategis dan taktis dalam kaitannya dengan penentuan arah dan kebajikan pemerintahan. Untuk itu, organisasi patut mengembangkan diri dalam hal optimalisasi fungsinya, sebagai berikut (Tim Bidang PSDM: 76):
a. Melayani dan melindungi kebutuhan dan kepentingan umat.
b. Menyebarkan fikroh dan informasi.
c. Membangun opini yang terkait dengan kepentingan da‟wah.
d. Mengembangkan kemampuan SDM da‟wah.
e. Mencetak figur-figur massa untuk kepentingan sosialisasi pesan dan nilai-nilai Islam ke masyarakat luas.
f. Membuka peluang pekerjaan bagi para aktivis da‟wah dan masyarakat sekitar.
- 7
g. Menghimpun tokoh dan pakar yang siap memberikan kontribusi pemikiran dan pengaruhnya bagi kepentingan da‟wah.
h. Menjadi rujukan masyarakat dalam bidang kompetensinya.
i. Membangun jaringan kerjasama dengan lembaga lain.
j. Menjadi komponen penekan yang efektif bagi para pengambil kebijakan pemerintahan.
Selain mengoptimalisasi fungsi organisasinya, menurut Rijalul Imam dalam tulisannya yang berjudul “Meretas Politik Peradaban”, bahwa KAMMI juga harus mampu membangun tradisi pada personal kadernya berupa trend gerakan berikut:
a. Trend kader KAMMI berbasis Riset
Kader KAMMI harus membiasakan diri melakukan riset. Kunci pertama riset adalah membaca secara mendalam dan terjun ke lapangan mendalami persoalan hingga tuntas. Kunci kedua adalah merekam jejak riset itu secara tertulis dalam database. Lalu, kunci ketiga adalah interpretasi data secara kritis-objektif dan terkadang intuitif. Di sini membaca, terjun ke lapangan, dan menganalisa harus menjadi budaya kader.
b. Trend kader KAMMI berbasis Kompetensi
Secara personal, kader KAMMI harus bias mempertanggungjawabkan spesialisasinya di public. Kader KAMMI harus dikenal sebagai pakar di bidangnya, sekalipun ia masih kuliah atau sudah alumni. Dan kader KAMMI harus up-date dengan kebijakan pemerintah dan tren global yang terkait dengan bidangnya. Secara organisasional, kader KAMMI harus mengambil inisiatif membangun aliansi dengan masyarakat berbasis kompetensi/ kelompok epistemic dalam rangka mendalami kompetensinya dan menyalurkan bakatnya, bahkan mengadvokasi sesuai kapasitas kepakarannya.
c. Trend kader KAMMI berbasis Enterpreneur
Secara personal, kader KAMMI harus memiliki usaha baik sebagai sumber ma‟isyahnya maupun sebagai pendapatan tambahan. Usaha yang dibangun sebaiknya dijalankan secara team work, mendayagunakan tenaga/ modal orang lain. Hal ini melatih kapasitas kepemimpinan kader, mengasah intuisi, mengelola konflik, dan lain-lain. Hal ini semua diawali dengan membangun mental dan wawasan entrepreneur. Mental entrepreneur berarti menjadikan diri kader sebagai orang visioner, mandiri, bertanggungjawab, siap
- 8
menghadapi resiko, maupun kerja sama, cepat mengambil peluang, kreatif menciptakan program dan inovatif memberikan solusi.
Dengan paparan diatas diharapkan setiap pembaca memahami alur berfikir penulis. Untuk membentuk basis sosial, basis operasional, basis konseptor, dan basis pengambil kebijakan (ideolog) maka KAMMI UPI harus memperbaiki pola kaderisasinya secara intensif.
Selanjutnya penulis menawarkan sebuah gagasan untuk membangun KAMMI UPI yang SKSD (Solid, Kreatif, Solutif, Dinamis) dan menjadi komisariat percontohan di Bandung. Penulis meyakini bahwa untuk mengoptimalkan fungsi organisasi maka diperlukan soliditas, kreatifitas, dinamisasi, dan ide-ide solutif dari kader-kadernya. Selain itu, penulis sependapat dengan Rijalul Imam bahwa secara personal kader KAMMI pun harus melakukan trend-trend gerakan yang berbasis riset, kompetensi dan entrepreneur, sebagaimana telah dipaparkan diatas. Dan untuk mewujudkan gagasan kecil ini penulis telah menulisakannya dalam 8 point misi diatas yang nantinya akan diejawantahkan dalam bentuk program kerja. Terimakasih
------------------------------------------------
DAFTAR PUSTAKA
Sudarsono, A. (2010). Ijtihad Membangun Basis Gerakan. (Abdurrahim, & S. Kadir, Eds.) Jakarta: Muda Cendekia.
Hilal, S. (2003). Gerakan Dakwah Islam di Indonesia, Jakarta: Pustaka Tarbiatuna
Tim Bidang PSDM. (2003). Mobilitas Kader Da’wah; Arah Kebijakan Da’wah dalam Pemberdayaan SDM. Jakarta: DPP PKS.
Rijalul Imam. (---). Meretas Politik Peradaban. Jurnal Muslim Negarawan.
- 9
------------------------------------------

Format Kaderisasi KAMMI

Format Kaderisasi KAMMI
Oleh Galih Kurniawan
Pengurus Kaderisasi Komisariat KAMMI UPI

KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia) adalah organisasi kader dan pergerakan. Ia memiliki manhaj yang dijadikan pedoman dalam melakukan kaderisasi. Menurut saya, manhaj yang ada sudah cukup menghadirkan kader yang berkualitas. Bila menginginkan kader yang diinginkan KAMMI maka baca dan praktekannlah manhaj kaderisasi KAMMI. Satu syaratnya yakni istiqomah dalam berkomitmen terhadap manhaj. Oleh karena itu, saya tidak membahas banyak bagaimana format kaderisasi yang ideal bagi kaderisasi KAMMI. Saya mencoba menyampaikan ulang pola kaderisasi KAMMI. Harapan saya, manhaj yang ada tidak hanya dibaca namun difahami dan diaplikasikan.
Ada beberapa hal yang menurut saya KAMMI menjadi organisasi berbasis kader. Hal tersebut adalah manhaj dan perangkat-perangkatnya. Berikut adalah perangkat yang diperlukan untuk membina kader :
a.    Daurah marhalah
b.    Mentoring klasikal
c.    Mantuba
d.   Penugasan
e.    IJDK (Indeks Jati Diri Kader)
f.     Dakwah fardiyah
Ideologi KAMMI, yakni islam yang syumul, akan hilang manakala perangkat tersebut tidak terpenuhi. Sebagai contohnya saat MK tidak jalan maka pembinaan tidak akan berjalan. Demikian pula bila mantuba tidak dipenuhi maka kader tidak memiliki pemahaman dan wawasan yang luas sehingga tidak mencerminkan kader yang diinginkan oleh manhaj.

DM
Adalah pelatihan konsep dasar islam dan pembiasaan beribadah. Hasil akhir yang ingin dicapai oleh KAMMI adalah manusia yang berkepribadian islam. Materi yang disampaikan dalam daurah beragam sesuai dengan tingkatan daurahnya. Akan tetapi untuk daurah marhalah satu, materi yang diberikan adalah syahadatain, syumuliyatul islam, problematika sosial, pemuda dan perubahan sosial, dan ke-KAMMI-an. Ditambah pula dengan materi lokal komisariat masing-masng.
Ada satu masukan dari saya untuk DM, yakni penekanan atau setidaknya penjelasan bahwa materi yang disampaikan adalah bagian integral yang ingin dicapai oleh KAMMI. Materi yang dimaksud adalah syahadatain, syumuliyatul islam, problematika sosial, pemuda dan perubahan sosial, ke-KAMMI-an. Bila materi ini dipahami dan diketahui hubungan antaranya maka peserta daurah adapt memiliki waasan yang bulat tentang kelima materi wajib tersebut.
Saat saya cermati, maka materi yang disampaikan adalah materi pondasi untuk pemahaman yang lebih dalam. Bila materi ini tidak disampaikan dengan baik maka pondasi yang tertanam tidak kokoh.
Dakwah Fardiyah
Dakwah fardiyah adalah dakwah khusus dari satu individu kepada individu lain denan perangkat-perangat tertentu. DF dirasakan lebih efektif untuk menggaet calon kader untuk memasuki KAMMI.
Menu rut saya, budaya malas DF ini menjadi faktor kaderisasi yang turun. Coba bayangkan saja bila terdapat kader KAMMI 50 orang dan mengajak dua orang bersamanya maka jumlah kader KAMMI  sekarang ada 150 orang. Luar biasa.  

Hal mendasar (mentoring klasikal)
“segala-galanya tidak ada dalam tarbiyah, namun dari tarbiyah dimulai segala-galanya.” Kutipan tersebut adalah ucapan Hasan Al-Banna, pendiri dan penggiat dakwah Ikhwanul muslimin. Beliau menyampaikan bahwa perangkat utama dari tarbiyah (pendidikan) adalah liqo. Mengapa? Karena dalam halaqah, sebagian besar kebutuhan manusia sebagai makhluk paripurna dapat terpenuhi.
Kebutuhan manusia akan berpikir maka terpenuhi dalam halaqah, demikian pula kebutuhan akan iman terpenuhi dalam halaqah. Oleh karena itu, halaqah menjadi perangkat utama kelanggengan gerakan ikhwanul muslimin.
Dalam halaqah, terdapat berbagai macam pembelajaran. Bagaimana seorang murabbi dituntut memiliki kualitas iman, akal, dan wawasan yang luas. Murabbi dituntut memahami bagaimana cara menyentuh hati. Untuk mutarobbi, halaqah menjadi taman pemelihara iman. Tempat menyampaikan persoalan dan berasma-sama menyelesaikan permasalahan. Disamping itu, halaqah yang berpola sedikit orang dalam satu lingkaran menjamin penyampaian materi halaqah dan monitoring akhlak yang baik.
Saya ingin menyampaikan bahwa mentoring klasikal memiliki prinsip yang sama dengan halaqah. Pengajian satu objek kajian menjadi lebih nyaman disampaikan sehingga ketercapaian tujuan adapt diupayakan terwujud.
Hari ini, mentoring klasikal belum berjalan dengan baik. sebagaimana yangs aya lihat beberapa waktu terakhir ini. hal ini sangat disayankan mengingat efektivitas dan efisienitas mentorig klasikal.


 Daurah marhalah

 Manhaj tugas baca

  Muslim negarawan
 Mahasiswa muslim
 Mentoring Klasikal

 Baca, tulis, diskusi

 Silaturahmi tokoh
 

 Bila semua perangkat kaderisasi KAMMI berjalan dengan baik maka tujuan kaderisasi akan tercapai pula. 
Khatimah

“Karena pengkaderan merupakan sebuah upaya yang dilaksanakan secara sadar dan sistematis, maka pengkaderan didalam organisasi KAMMI bukanlah sebagai sebuah kewajiban melainkan sebagai sebuah kebutuhan. Karena pengkaderan merupakan sebuah kebutuhan, maka tanggung jawab untuk menghasilkan kader – kader KAMMI yang memiliki kualifikasi sebagai Muslim Negarawan bukanlah menjadi tugas dan tanggung jawab bidang kaderisasi semata melainkan menjadi tugas bersama dari seluruh elemen organisasi dari tingkat komisariat hingga pusat dan dari level ketua hingga anggota, meskipun dalam pelaksanaanya secara fungsional terdapat dalam bidang kaderisasi.”

Visi Kaderisasi
oleh: Achmad Ali Akbar 
*(Kepala Departemen Kajian Strategi KAMMI UPI 2014)
“Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih?   (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.   Niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; dan (memasukkan kamu) ke tempat tinggal yang baik di dalam jannah 'Adn. Itulah keberuntungan yang besar.  Dan (ada lagi) karunia yang lain yang kamu sukai (yaitu) pertolongan dari Allah dan kemenangan yang dekat (waktunya).”(QS As-Shaff 61: 10-13)
Semua orang berharap untuk mendapatkan kesuksesan (al-falah). Manusia akan hidup dalam dua alam, yaitu dunia dan akhirat. Kemenangan di akhirat dan kmenangan di dunia adalah sesuatau yang tidak bisa dipisahkan, dia bagaikan sisi mata uang yang tidak bermakna jika salah satu sisinya hilang. Bahkan Allah berfirman , “Dan barangsiapa yang buta (hatinya) di dunia ini, niscaya di akhirat (nanti) ia akan lebih buta (pula) dan lebih tersesat dari jalan (yang benar).(QS. Al-Israa’, 17:72). Kemenangan bukanlah suatu yang tiba-tiba, melainkan sebuah pencapaian yang perlu perencanaan yang matang. Perencanaan yang matang dipengaruhi oleh sejauh mana ketersediaan informasi dalam memprediksi ke depan, sedangkan masa depan tanpa perencanaan dan ridho Allah adalah sesuatu yang mustahil untuk sukses. Untuk itu, kita perlu mengkaji bagaimana kita harus mengatur diri kita agar mendapatkan sukses tersebut.
Berpikir strategis (strategic thinking) biasanya dimulai dari tujuan akhir yang kita inginkan (begin with end of mind), orang kemudian menyebutnya dengan istilah:
Think big,
Start small,
Act now,
Yaitu berpikir besar, ulai dari yang kecil dan mulai sekarang juga. Hal ini juga sama dengan hadits nabi saw yang mengatakan “amal itu tergantung pada niatnya.” Maksudnya bahwa niat adalah sesuatu yang penting dan diletakkan di awal. Niat adalah gambaran akhir yang ingin kita capai dan dipengaruhi oleh keyakinan seseorang. Nilai-nilai ini ditegaskan hasan Al-Banna dalam ushul ishrin, yag mengatakan bahwa Al Aqidah Asasul Amal, Wal Amal Qalb Ahamu Minal Amal Jahir. Aqidah adalah pondasi amal, dan amalan hati lebih penting dari amalan fisik.
Gagasan KAMMI UPI 2015
Sebuah hadits  terkenal yang diriwayatkan oleh imam Bukhari: Dari Abu Hurairah ra dari Nabi Muhammad saw, beliau bersabda tujuh golongan yang dilindungi oleh Allah ta’ala dibawah lindungan-Nya, waktu tiada lagi lindungan selain lindungan-Nya:
1.       Imam yang adil
2.       Pemuda yang dalam masa mudanya beribadah pada Allah.
3.       Orang yang menyebut Allah ketika sendirian, lalu meneteskan air matanya.
4.       Laki-laki yang tergantung hidupnya di masjid
5.       Orang yang berkasih sayang karena Allah semata-mata
6.       Laki-laki yang dirayu oleh seorang bangsawan cantik, tetapi dia mengatakan (menolak): Sesungguhnya saya takut kepada Allah.
7.       Orang yang bersedekah dan disembunyikan sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diperbuat (diberikan) oleh tangan kanan.
Tujuh kelompok inilah yang kita jadikansebagai model. Dari tujuh kriteria tadi ada pelajaran yang mampu kita dapat dari sebuah perjalanan kehidupan ini.
1.       Keterampilan Kepemimpinan (Leadership Skill): Adil
Pada sebuah kesempatan, Imam Hasan Al-Banna pernah menyerukan, dalam risalahnya, Hal Nahnu Qoumun ‘Amaliyun, sbb;
Kami serukan kepada para putra Islam yang memiliki semangat bahwa seluruh jamaah Islam di masa kini sangat membutuhkan munculnya pribadi aktivis sekaligus pemikir dan anasir produktivitas yang pemberani
Ada empat kriteria yang imam Hasan Al-Banna sebutkan:
a.       Aktivis
b.      Pemikir
c.       Produktif
d.      Pemberani
Imam yang adil adalah ciri seorang yang memiliki keterampilan. Dimanapun kita membutuhkan sebuah keterampilan dalam kepemimpinan sehinga kita dapat memimpin dalam perjalanan menuju akhirat. Dan empat kriteria yang imam Hasan Al-Banna sebutkan diatas merupakan kriterianya.
2.       Pemuda Shalih: Generasi, Regenerasi
Pemuda yang masa mudanya beribadah kepada Allah, adalah ciri seseorang dengan sosok pribadi generasi penerus yang sholih. Kalau kita ingin sukses dan selamat di akhirat maka di dunia kita harus dapat mencetak anak cucu kita, para pemuda shaleh sebagai generasi pengganti kita.harus ada mekanisme regenerasi yang baik. Yaa Allah, ampunilah dosa ayah dan ibu kami, jadikanlah anak-anak kami menjadi orang yang sholih, yaitu orang-orang yang mau mendoakan kami ketika kami sudah terbujur kaku di kubur.
3.       Kekuatan Spiritual
Orang yang menyebut Allah ketika sendirian, lalu meneteskan air matanya, adalah ciri seseorang yang memiliki ciri kekuatan spiritual yang luar biasa. Kalau kita ingin sukses dan selamat di akhirat, maka di dunia harus mempunyai kekuatan spiritual. Hidup penuh dengan cobaan, jangan sampai kita tidak mampu mengendalikan hawa nafsu diri.
4.       Membangun Institusi Dakwah: Professional
Laki-laki yang tergantung hidupnya dimasjid merupakan seorang yang memiliki kemauan dan kemampuan yang kuat untuk membangun institusi dakwah secara professional, ia adalah orang yang mau dan mampu memanfaatkan serta menggunakan berbagai macam teknologi dalam mengelola  lembaga, sumber daya, asset dan potensi umat. Sehingga kita dapat mengelola produktivitas lembaga, mempunyai kemampuan mempromosikan dan mensyiarkan nilai-nilai islam kepada masyarakat. Gambaran masjid sebagai pusat institusi perubahan, sehingga untuk dapat berfungsi dengan baik diperlukan orang-orang yang professional untuk mengelola dan istiqomah pada lembaga tersebut
5.       Teamwork: Ta’liful Qulb
6.       Kredibilitas Moral
7.       Kekuatan Ekonomi

Leadership skill
Regenerasi
Spiritual
Teamwork
Kredibilitas Moral
Professional
Mandiri







Minggu, 29 Juni 2014

Sepuluh Fiqih Landasan Pengambilan Kebijakan Gerakan

Menyiapkan Momentum

“Sepuluh Fiqih Landasan Pengambilan Kebijakan Gerakan”

Karya: Ade Irma Fazriah (Staf Departemen Kajian Strategi 2014)

Menyiapkan momentum merupakan buku pergerakan yang ringan di cerna pemaparannya dan dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif bagi seorang aktifis pergerakan pemula terutama yang ingin mempelajari dan memahami harakoh-harokah islam. Terutama bagi diri saya pribadi yang di bilang masih awam dan masih mencari jati diri yang sehingga masih mencari-cari harokah islam yang sesuai dengan pemahaman keilmuan dan keislaman saya. Dan lewat buku Menyiapkan Momentum karya Rijalul Imam inilah sedikit demi sedikit saya menemukan pergerakan yang in syaa Allah tepat dengan keilmuan saya. Wallahu ‘alam

Pada bagian ini, saya ingin mengupas sedikit buku Menyiapkan Momentum pada bagian sepuluh fiqih landasan pengambilan keputusan gerakan. Pertama, Fiqih Ahkam. Fiqih ini merupakan hal pertama yang harus di kuasi oleh kader dan pemimpinnya, yaitu mengenai masalah hukum halal dan haramnya sebuah perkara. Karena tanpa menguasai fiqih ini maka gerakan mahasiswa akan terjebak pada pragmatisme. Kedua, Fiqih Dakwah. Pemberian materi-materi dakwah harus disesuaikan dengan keadaan kadernya, karena setiap kader memiliki tingkat intelektualitas yang berbeda-beda sehingga gerakan mahasiswa harus menyusun langkah strategis untuk memberikan pemahaman dakwah yang benar kepada setiap kadernya. Dakwah yang benar dan betul adalah dakwah yang bertahap mengikuti situasi dan kondisi mad’u dimana tahapan tersebut secara umunya dapat di bagi menjadi tiga tahap yaitu tahap penerangan (ta’rif), tahap pembinaan (takwin), dan tahap pelaksanaan (tanfidz). Ketiga, Fiqih Muwazzanah. Fiqih pertimbangan (muwazzanah) perlu di miliki oleh gerakan mahasiswa yaitu untuk mengukur persoalan dalam kerangka kemaslahatan. Keempat, Fiqih Aulawiyat (Prioritas). Pergerakan mahasiswa harus memiliki prioritas dalam beramal, sebab tidak semua dapat dikerjakan dalam waktu bersamaan dengan sumber daya yang terbatas.

Selanjutnya, kelima, Fiqih Sunnah. Fiqih sunnah berupa sunnah kauniyah atau hukum alam. Urgensi fiqih sunnah bagi gerakan mahasiswa adalah untuk membangun kesadaran zeit geits (jiwa zaman) terhadap apa yang tengah terjadi, sehingga gerakan mahasiswa bisa menyikapi dan memanfaatkan persoalan dengan tepat. Keenam, Fiqih Taghyir (Fiqih Perubahan). Kebijakan gerakan harus disertai dengan kesadaran adanya perubahan. Ketujuh, Fiqih Sirah (Fiqih Sejarah). Sejarah dapat membantu untuk pengambilan kebijakan gerakan dan mampu meminimalisir kesalahan langkah dengan sebelumnya melihat sejarah langkah gerakan sebelumnya.

Kedelapan, Fiqih Waqi (Pemahaman Realitas). Mungkin pada bagian inilah saya pribadi memantapkan pemikiran saya yang selama ini berkutat untuk memahami berbagai pergerakan mahasiswa yang ada. Gerakan dakwah mahasiswa yang memiliki idealisme tinggi biasanya kesulitan berinteraksi dengan realitas lapangan. Hal ini disebabkan kekurangakraban gerakan dengan kenyataan hidup. Di lapangan, kenyataan hidup akan ditemukan kendala-kendala, pilihan-pilihan, yang semuanya tidak dapat dihukumi secara hitam putih. Seperti masalah pilihan demokrasi sebagai bagian dari strategi perjuangan. Terdapat gerakan islam mengharamkannya, tapi ketika tidak ditemukan cara lain untuk memperjuangkan syariat islam secara aman, alih-alih demokrasi menjadi halal. Akibatnya masyarakat pun menilai gerakan tersebut tidak konsisten dan di cap pragmatis. Oleh karena itu, menghukumi suatu sistem tidak cukup sekedar dilihat dari teks dan konsepnya tapi harus dilihat juga konteks dan realitasnya. Kekakuan ideologis sebuah gerakan Islam terkadang menyebabkan ketegangan sosial. Al-Qur’an memberi panduan yang cukup hati-hati dan realistik ketika memisahkan problem aqidah dengan realitas ijtima’i. Dalam masalah aqidah, Allah sudah tegas menjelaskan dalam Al-Qur’an surat Al-Kafirun ayat 1-6. Sedangkan dalam masalah sosial, kita diminta untuk menyikapinya dengan realistis seperti yang dijelaskan dalam Al-Qur’an surat Al-An’am ayat 108.

Kesembilan, Fiqih ‘Amal Jama’i. Sebagai gerakan yang bertujuan menegakkan kebenaran dan keadilan, seyogyanya mampu bersama-sama berjuang agar tujuan perjuangan akan lebih mudah dan lebih cepat untuk digapainya. Dan terakhir, kesepuluh, Fiqih Ikhtilaf. Dalam bekerjasama akan terdapat perbedaan-perbedaan baik dari internal maupun dari eksternal. Namun sebagai gerakan harus memiliki sikap yang arif dan bijaksana sehingga akan menimbulkan kemashalatan bagi pergerakan dakwahnya.

Kesepuluh fiqih tersebut harus mampu terintegritas di dalam gerakan mahasiswa agar mampu mengambil kebijakan dengan tepat dan bijaksana. Semakin lincah sebuah gerakan menerapkan kaidah-kaidah fiqih tersebut, semakin lincah pula gerakan menyikapi persoalan yang dihadapi. Gerakan mahasiswa islam harus berlandaskan pada kaidah ilmiah. Prinsipnya berilmu amaliyah dan beramal ilmiah.

Kamis, 26 Juni 2014

"Luka" harus segera disembuhkan [Kinetika Hati]

oleh: Maya Kusdiantini (Kadept SOSMASY PK KAMMI UPI 2014)
Setiap orang pasti pernah terluka, entah itu terluka karena terjatuh atau kecelakaan. Terluka fisik memang sakit secara fisik dan akan segera sembuh jika kita dengan cepat dan tepat mengatasinya. Ketika terluka pastilah kita akan segera mengambil tindakan untuk menyembuhkannya. Kita akan berusaha membersihkannya dengan cairan antiseptik untuk luka atau dengan air hangat kemudian kita akan tetesi dengan betadine atau obat merah lalu kita akan tutup dengan plester atau perban agar tidak terkena debu atau kotoran yang dapat menginfeksi luka tersebut. Jika kita biarkan maka luka itu akan mudah terinfeksi dan akan mengakibatkan luka yang menganga dan semakin besar serta akan menimbulkan penyakit kulit lainnya yang akan berdampak buruk bagi kesehatan. Begitulah sejatinya luka secara fisik.

JIka itu luka secara fisik lantas bagaimana jika luka itu adalah luka secara batin? atau luka ini lebih sering dikenal dengan sebutan sakit hati. Pasti akan banyak sekali yang bilang bahwa luka ini adalah luka yang sangat sulit untuk disembuhkan, luka yang sulit untuk ditutup bahkan kita bangga dengan "penyakit" ini dan membiarkannya lama menganga. Terkadang kita mengakui bahwa kita sulit untuk sembuh dari "luka". Namun kita menyadari secara pasti dengan akal kita bahwa menyimpan "luka" itu adalah suatu hal yang salah. Namun apadaya bisa jadi kita kalah dengan rasa egois kita ataukah mungkin kita kalah dengan luka yang mulai terkena "infeksi" sehingga kita lebih "bahagia" menaruh luka dan merawatnya hingga "virus" itu datang dan mampu "mematikan" hati kita.

Tak ada seorang pun yang menginginkan sakit hati, saya yakin semua akan berdalih sama namun saya yakin tak ada satu orangpun yang belum pernah merasakan "luka" semacam ini bahkan ada yang setiap hari merasakannya. Namun tidak ada luka yang tak mampu disembuhkan.


Diriwayatkan oleh Imam Bukhari di dalam shahihnya, dari shahabat Abu Hurairah  bahwasanya Nabi  bersabda,
مَا أَنْزَلَ اللهُ دَاءً إِلَّا أَنْزَلَ لَهُ شَفَاءً
“Tidaklah Allah turunkan penyakit kecuali Allah turunkan pula obatnya”

Dari riwayat Imam Muslim dari Jabir bin Abdillah  dia berkata bahwa Nabi  bersabda,
لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءٌ، فَإِذَا أَصَابَ الدَّوَاءُ الدَّاءَ، بَرَأَ بِإِذْنِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ
“Setiap penyakit pasti memiliki obat. Bila sebuah obat sesuai dengan penyakitnya maka dia akan sembuh dengan seizin Allah Subhanahu wa Ta’ala.” (HR. Muslim)


Saya memaknai hadist di atas bukan sebatas pada penyakit fisik atau lahiriah namun juga penyakit batin atau "sakit hati". Maka sakit hati inipun bisa disembuhkan namun cepat atau lambatnya tergantung pada diri kita. Atau dalam bahasa kimia "kinetika" hati yang harus kita jadikan variabel kontrol.

Pada dasarnya sama saja ketika kita terluka fisik maka kita bergegas untuk mengobatinya, maka luka hatipun haruslah sama diawali dengan diri kita yang punya tekad untuk bergegas menyembuhkannya. Satu hal yang harus ditekankan adalah TEKAD kita yang sungguh-sungguh. Dalam proses ini kita harus mengikuti suatu mekanisme yang baik. Mekanisme yang harus dilakukan yaitu kita harus melawan bisikan syetan yang ingin tetap membiarkan luka ini terus terbuka.

Katakanlah, ‘Aku berlindung kepada Rabb manusia. Raja manusia. Sembahan manusia. Dari kejahatan (bisikan) setan yang biasa bersembunyi. Yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia. Dari jin dan manusia’.” (QS. An-Nas: 1-6)

1. Mengingat Kekasih yang paling Mulia

Dalam mengatasi setiap problematika yang menyangkut hati maka Allah memberikan fasilitas yaitu berdzikir kepadaNya.

Allah SWT berfirman:
الذين امنوا وتطمئن قلوبهم بذكرالله.ألا بذكرالله تطمئن القلوب Ѻ  الذين امنوا وعملوا الصالحات طوبى لهم وحسن مأّب Ѻ
” (Yaitu)orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah.ingatlah,hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tentram.orang – orang yang beriman dan beramal sholeh,bagi mereka kebahagiaan dan tempat kembali yang baik.”(QS.Ar-ra’d:28-29)
Begitulah Allah mencintai hambaNya hanya dengan mengingatNya maka hati menjadi lebih tenang dan tentram sehingga akan muncul kebahagiaan bila kita dekat denganNya. Kekasih yang paling mulia tentulah Allah yang mampu memberikan rasa aman, tenang, nyaman dan kebahagiaan yang hakiki. Hanya Allah dengan kehendakNyalah rasa sakit yang melukai hati akan sembuh.


2. Mengingat Kebaikan dan berhusnudzon pada saudara kita

Masalah hati tak lepas dengan masalah antar manusia bahkan dengan saudara seiman baik itu keluarga, kerabat maupun sahabat.
Jika kita tetap membiarkan luka kita tanpa bertekad bergegas menutupnya maka luka itu akan menghasilkan penyakit baru. "Penyakit Hati" seperti dendam, dengki, kebenciaan, berprasangka buruk (suudzon), memaki-maki bahkan mendoakan yang buruk untuk saudara kita. Nauuzubillahimindzalik,,,jika kita pernah berbuat seperti itu perbanyaklah istighfar dan memohon ampunan pada Allah atas perbuatan dan ucapan yang salah itu.
Maka obat selanjutnya adalah mengingat-ngingat semua kebaikan saudara kita dari yang terbesar sampai kebaikan yang terkecil. Jika biasanya kita membesar-besarkan masalah yang kecil. Maka kali ini kita harus membesar-besarkan kebaikan yang kecil dan mengecilkan kesalahan saudara kita. Masalah kesalahan dan dosa biarlah menjadi urusanNya. Kita tidak berhak menghakimi manusia diluar yang telah ditentukan oleh hukumNya.
Dengan begitu biasanya kita akan menyadari bahwa kesalahan saudara kita jauh lebih sedikit dibanding kebaikannya, maka kesalahan itu akan samar-samar terlihat dan tertimbun oleh kebaikan-kebaikan saudara kita.

Ada peribahasa yang mengatakan "lidah lebih tajam dari pedang" dan pada dasarnya rasa sakit hati biasanya muncul dari luka yang disayat oleh "lidah". Perkataan saudara kita yang pada awalnya kita "mengira" itu adalah suatu perkataan yang menyakitkan maka kita ubah itu menjadi suatu "kritik" yang membangun, memotivasi, menjadi bahan introspeksi (muhasabah) bahkan jadikan inspirasi. Bila perlu kita pajang kata-kata kritikan itu untuk menjadi inspirasi di setiap hari sehingga kita lebih sering bermuhasabah diri daripada memaki-maki atau "ngedumel" perkataan saudara kita. Berhusnudzon pada saudara kita, bahwa perkataan tersebut adalah tanda kasih sayang saudara kita dalam bentuk mengingatkan. 

"Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian dari prasangka adalah dosa, dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain”. (QS. Al-Hujurat, 49 : 12)

Mari kita berprasangka baik pada saudara kita yang memang sangat hobi mengkritik diri kita hingga kadang membuat kita jengkel atau sakit hati. Mulai merubah paradigma itu dan jadikan perkataan saudara kita itu merupakan niatan baiknya untuk selalu mengingatkan kita.

3. Bersabar, Tegar dan Bijak
Bagi aktivis ketiga hal ini pastilah sering kita ungkapkan. Sebatas diungkapkan dan lupa mengaplikasikannya dalam keseharian apalagi saat tertimpa masalah. Lupa melatihnya. Tentu saja hanya orang-orang tertentu yang mampu mengaplikasikan ini. Orang-orang yang memang terlalu sering menghadapi masalah. Karena ada dua pilihan dalam menghadapi masalah yaitu lari atau hadapi. Orang yang lari dari masalah maka dia akan menjauh dari masalah bisa dengan mengasingkan diri dan keluar dari komunitasnya secara permanen, atau yang lebih parah gangguang jiwa bahkan bunuh diri. Orang yang menghadapi masalah dia akan berusaha menyelesaikannya, mencari solusinya dan dia akan mampu melewati masalah tersebut. Memang terkadang bagi beberapa orang butuh menyendiri untuk menenangkan diri namun orang yang survive dengan masalah dia akan bergegas menyembuhkan dirinya dan segera menyelesaikan masalahnya.
Orang yang terlalu sering menghadapi masalah atau ujian dari ujian kecil hingga  besar dan dia selalu menyelesaikan masalahnya hingga ke level tertinggi itulah orang yang terus melatih kesabaran, ketegaran dan kebijaksanaan dalam menghadapi suatu masalah. Orang yang tertimpa ujian dan orang yang melihat ujian tersebut akan memiliki persfektif yang berbeda dalam menanggapi ujian tersebut. Bagi yang tertimpa dia akan memaknai setiap"komponen" masalahnya dan bagi yang melihat dia hanya akan memaknai sebagian "komponen" saja. Sehingga orang yang melihat akan mempelajari sebagian saja dari yang mengalami. Maka pepatah "Learning by doing" itu sejalan dengan cara kita menyelesaikan dan memaknai suatu masalah.
Orang yang pernah mengalami masalah yang lebih besar akan cenderung lebih memahami dengan masalah yang lebih kecil dalam skalanya.
Maka biasanya dia akan lebih bijaksana dalam menghadapi masalah lain yang menimpanya.
Karena dia terus dilatih dengan ujian. Maka Allah pun tidak salah terus melatih hambaNya yang Dia cintai agar bisa bersabar, tegar dan bijak.



"Apakah menusia mengira bahwa mereka dibiarkan mengatakan : “kami telah beriman” sedang mereka tidak diuji lagi ?
Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang sebelum mereka dan
benar- benar Allah mangetahui orang-orang yang benar dan mengetahui
pula orang- orang yang dusta."
Al-Ankabut : (29 ayat 2-3)


Sahabat Rasul Ali bin Abi Tholib mengatakan
“Sabar dan iman adalah bagaikan kepala pada jasad manusia. Oleh karenanya, tidak beriman (dengan iman yang sempurna), jika seseorang tidak memiliki kesabaran"

dalam firman-Nya. Allah berjanji :“Sesungguhnya orang-orang yang bersabar, ganjaran bagi mereka adalah tanpa hisab (tak terhingga).” (QS. Az Zumar: 10)

"Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu. Dan (juga) kamu sungguh-sungguh akan mendengar dari orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan dari orang-orang yang mempersekutukan Allah, gangguan yang banyak yang menyakitkan hati. Jika kamu bersabar dan bertakwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan" (Ali Imran: 186)

Itulah Tiga mekanisme untuk mengontrol "kinetika" hati.
Lantas masihkah kita mengeluh dengan masalah yang kita hadapi? Masihkan kita menyimpan setitik kebencian pada kelalaian lidah atau perbuatan saudara kita yang masih bisa kita selesaikan dengan cara yang baik? Atau masihkan kita angkuh dengan diri kita?

Allah sungguh Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Tak ada satupun penyakit yang tak mampu disembuhkan kecuali penyakit tua dan kematian. Begitupun penyakit hati. Maka niatkan, tegaskan dalam hati bahwa kita akan bergegas menyembuhkan luka hati ketika muncul dan tidak akan mebiarkannya menganga bahkan terinfeksi. Karena yang akan menginfeksinya adalah virus yang paling ganas yaitu makhluk paling jahanam yaitu Syetan.

Mari selamatkan hati kita. Kebahagiaan itu ketika Iman dan Ukhuwah terjaga. "Mengalahlah" untuk menang.  Menang dari syetan yang mengingingkan kita kalah dengan rasa benci dan dendam.

Dalam lagunya Opick
Obat hati ada 5 perkara : 1. Baca quran & maknanya, 2. Sholat malam dirikanlah, 3. Bertemanlah dengan orang sholeh, 4. Perbanyaklah berpuasa, 5. Perbanyaklah bersedekah.

walahuallam bissawab