Sabtu, 27 Desember 2014

Sekelumit Gagasan dari seorang fakir untuk KAMMI UPI

Oleh: Fajar Romadhon (Wakil Ketua Dept. Sosmasy PK KAMMI UPI)

KAMMI tidak lagi bisa dianggap sebagai gerakan mahasiswa kelas bawah. Dari awal kelahirannya KAMMI sudah melampaui zamannya, artinya KAMMI sudah mampu berlari meninggalkan gerakan-gerakan mahasiswa yang lahir sebelumnya.
Sejarah reformasi pasca lengsernya Soeharto tak bisa dipisahkan dengan peran KAMMI sebagai salah satu organisasi pergerakan da‟wah di Indonesia. Ketika berbagai pihak seperti bingung mencari solusi atas krisis multidimensi yang melanda Indonesia awal tahun 1997, KAMMI menawarkan solusi reformasi moral dengan terlebih dahulu menggantikan Soeharto dengan pemimpin yang memiliki komitmen moral dan mengutamakan kepentingan masyarakat (Syamsul Hilal, 2003: 80).
Perlu diketahui bersama oleh kader KAMMI, bahwa salah satu yang melatarbelakangi lahirnya KAMMI adalah keprihatinan yang mendalam terhadap krisis nasional yang melanda Indonesia dan didorong oleh tanggung jawab moral terhadap penderitaan rakyat, serta itikad baik untuk berperan aktif dalam proses perubahan kea rah yang lebih baik. Sehingga kesadaran inilah yang men-drive kader KAMMI dalam bergerak menuntaskan perubahan.
Oleh karenanya agar dakwah KAMMI dapat tumbuh berkelanjutan secara seimbang, tetap berada pada orientasi yang benar, mampu mengelola amanah dan masalah, dan terus memiliki kekuatan untuk mewujudkan tujuan-tujuannya, maka KAMMI menyusun dirinya di atas unsur-unsur sebagai berikut:
1. Bina al-qo’idah al-ijtima’iyah (membangun basis sosial), yaitu membangun lapisan masyarakat yang simpati dan mendukung perjuangan KAMMI yang meliputi masyarakat umum, mahasiswa, organisasi dan lembaga swadaya masyarakat, pers, tokoh, dan lain sebagainya.
2. Bina al-qo’idah al-harokiyah (membangun basis operasional), yaitu mambangun lapisan kader KAMMI yang bergerak di tengah-tengah masyarakat untuk merealisasikan dan mengeksekusi tugas-tugas dakwah yang telah digariskan KAMMI.
- 6
3. Bina al-qo’idah al- fikriyah (membangun basis konsep), yaitu membangun kader pemimpin yang mampu menjadi teladan masyarakat, memiliki kualifikasi keilmuan yang tinggi sesuai bidangnya, yang menjadi guru bagi gerakan, mengislamisasikan ilmu pengetahuan pada bidangnya, dan memelopori penerapan solusi Islam terhadap berbagai segi kehidupan manusia.
4. Bina’ al-qo’idah al-siyasiyah (membangun basis kebijakan), yaitu membangun kader ideolog, pemimpin gerakan yang menentukan arah gerak dakwah KAMMI, berdasarkan situasi dan kondisi yang berkembang.
Keempat unsur tersebut merupakan piramida yang seimbang, harmonis dan kokoh, yang menjamin keberlangsungan gerakan KAMMI (Sudarsono, 2010: 92-93). Selain itu perlu diketahui pula bahwa KAMMI adalah organisasi kader (harokatut tajnid) dan organisasi pergerakan (harokatul amal).
KAMMI senantiasa melakukan perbaikan terhadap dirinya agar menjadi organisasi yang ideal, mapan dan mampu memberikan kontribusi lebih terhadap perbaikan bangsa Indonesia. Bagi Alamsyah Saragih (Ketua Komisi Informasi Pusat) menyatakan bahwa KAMMI nampaknya sedang bereksplorasi, karena KAMMI mencoba untuk masuk ke semua lini.
Organisasi yang ideal adalah yang mampu mengembangkan dirinya menjadi suatu lembaga yang tampil dengan segala kemampuan dan kredibilitasnya. Dengan demikian ia dapat memainkan peranan yang signifikan dalam da‟wah di tengah-tengah masyarakat dan sekaligus memiliki posisi yang strategis dan taktis dalam kaitannya dengan penentuan arah dan kebajikan pemerintahan. Untuk itu, organisasi patut mengembangkan diri dalam hal optimalisasi fungsinya, sebagai berikut (Tim Bidang PSDM: 76):
a. Melayani dan melindungi kebutuhan dan kepentingan umat.
b. Menyebarkan fikroh dan informasi.
c. Membangun opini yang terkait dengan kepentingan da‟wah.
d. Mengembangkan kemampuan SDM da‟wah.
e. Mencetak figur-figur massa untuk kepentingan sosialisasi pesan dan nilai-nilai Islam ke masyarakat luas.
f. Membuka peluang pekerjaan bagi para aktivis da‟wah dan masyarakat sekitar.
- 7
g. Menghimpun tokoh dan pakar yang siap memberikan kontribusi pemikiran dan pengaruhnya bagi kepentingan da‟wah.
h. Menjadi rujukan masyarakat dalam bidang kompetensinya.
i. Membangun jaringan kerjasama dengan lembaga lain.
j. Menjadi komponen penekan yang efektif bagi para pengambil kebijakan pemerintahan.
Selain mengoptimalisasi fungsi organisasinya, menurut Rijalul Imam dalam tulisannya yang berjudul “Meretas Politik Peradaban”, bahwa KAMMI juga harus mampu membangun tradisi pada personal kadernya berupa trend gerakan berikut:
a. Trend kader KAMMI berbasis Riset
Kader KAMMI harus membiasakan diri melakukan riset. Kunci pertama riset adalah membaca secara mendalam dan terjun ke lapangan mendalami persoalan hingga tuntas. Kunci kedua adalah merekam jejak riset itu secara tertulis dalam database. Lalu, kunci ketiga adalah interpretasi data secara kritis-objektif dan terkadang intuitif. Di sini membaca, terjun ke lapangan, dan menganalisa harus menjadi budaya kader.
b. Trend kader KAMMI berbasis Kompetensi
Secara personal, kader KAMMI harus bias mempertanggungjawabkan spesialisasinya di public. Kader KAMMI harus dikenal sebagai pakar di bidangnya, sekalipun ia masih kuliah atau sudah alumni. Dan kader KAMMI harus up-date dengan kebijakan pemerintah dan tren global yang terkait dengan bidangnya. Secara organisasional, kader KAMMI harus mengambil inisiatif membangun aliansi dengan masyarakat berbasis kompetensi/ kelompok epistemic dalam rangka mendalami kompetensinya dan menyalurkan bakatnya, bahkan mengadvokasi sesuai kapasitas kepakarannya.
c. Trend kader KAMMI berbasis Enterpreneur
Secara personal, kader KAMMI harus memiliki usaha baik sebagai sumber ma‟isyahnya maupun sebagai pendapatan tambahan. Usaha yang dibangun sebaiknya dijalankan secara team work, mendayagunakan tenaga/ modal orang lain. Hal ini melatih kapasitas kepemimpinan kader, mengasah intuisi, mengelola konflik, dan lain-lain. Hal ini semua diawali dengan membangun mental dan wawasan entrepreneur. Mental entrepreneur berarti menjadikan diri kader sebagai orang visioner, mandiri, bertanggungjawab, siap
- 8
menghadapi resiko, maupun kerja sama, cepat mengambil peluang, kreatif menciptakan program dan inovatif memberikan solusi.
Dengan paparan diatas diharapkan setiap pembaca memahami alur berfikir penulis. Untuk membentuk basis sosial, basis operasional, basis konseptor, dan basis pengambil kebijakan (ideolog) maka KAMMI UPI harus memperbaiki pola kaderisasinya secara intensif.
Selanjutnya penulis menawarkan sebuah gagasan untuk membangun KAMMI UPI yang SKSD (Solid, Kreatif, Solutif, Dinamis) dan menjadi komisariat percontohan di Bandung. Penulis meyakini bahwa untuk mengoptimalkan fungsi organisasi maka diperlukan soliditas, kreatifitas, dinamisasi, dan ide-ide solutif dari kader-kadernya. Selain itu, penulis sependapat dengan Rijalul Imam bahwa secara personal kader KAMMI pun harus melakukan trend-trend gerakan yang berbasis riset, kompetensi dan entrepreneur, sebagaimana telah dipaparkan diatas. Dan untuk mewujudkan gagasan kecil ini penulis telah menulisakannya dalam 8 point misi diatas yang nantinya akan diejawantahkan dalam bentuk program kerja. Terimakasih
------------------------------------------------
DAFTAR PUSTAKA
Sudarsono, A. (2010). Ijtihad Membangun Basis Gerakan. (Abdurrahim, & S. Kadir, Eds.) Jakarta: Muda Cendekia.
Hilal, S. (2003). Gerakan Dakwah Islam di Indonesia, Jakarta: Pustaka Tarbiatuna
Tim Bidang PSDM. (2003). Mobilitas Kader Da’wah; Arah Kebijakan Da’wah dalam Pemberdayaan SDM. Jakarta: DPP PKS.
Rijalul Imam. (---). Meretas Politik Peradaban. Jurnal Muslim Negarawan.
- 9
------------------------------------------

0 komentar:

Posting Komentar