Kamis, 07 Juli 2011

SELAYANG PANDANG METODE PENDIDIKAN AL GAZALI

SELAYANG PANDANG METODE PENDIDIKAN AL GAZALI
Oleh
Yoga Yulianto

Dekadensi moral bangsa yang kini sedang dan masih terus terjadi di Indonesia tentu telah banyak membuat geram berbagai kalangan, tak terkecuali dengan para tokoh yang berlatar belakang pendidikan. Karena betapa tidak, berbagai tindak amoral dan bentuk penyimpangan lainnya tentu tak bisa dilepaskan dari sistem pendidikan nasional yang belum secara maksimal menginternalisasikan nilai-nilai kepribadian kepada masyarakat secara makro. Yang kini menjadi prioritas dari sistem pendidikan nasional masih hanya sebatas pada penguasaan ilmu pengetahuan dan keterampilan tertentu saja. Hakikat pendidikan sesungguhnya yaitu untuk memanusiakan manusia dengan cara penanaman nilai-nilai kepribadian masih belum menjadi prioritas, ini semua dapat secara jelas terlihat dari jam mata pelajaran pengembangan kepribadian yang belum proporsional.

Begitu pula dengan metode pendidikan yang dipergunakan dalam operasional pelaksanaannya, untuk menjawab berbagai tantangan dan permasalahan dekadensi moral kekinian, sudah menjadi suatu urgensi untuk melakukan suatu inovasi metode pendidikan yang relevan dan efektif. Al Gazali, salah seorang ahli pikir dan ahli tasawuf Islam, yang juga seorang ahli pendidikan berpaham moralis idealisme, menyatakan, “secara potensial, pengetahuan itu ada di dalam jiwa manusia bagaikan benih di dalam tanah. Dengan melalui belajar potensi itu baru menjadi aktual.” Dalam hal mendidik, Al Gazali mengambil sistem yang berasaskan keseimbangan antara kemampuan rasional dengan kekuasaan Tuhan, antara kemampuan penalaran dengan pengalaman mistik yang memberikan ruang bekerjanya akal pikiran, dan keseimbangan antara berpikir deduktif logis dengan pengalaman empiris manusia.

Atas dasar pandangan Al Gazali yang bercorak empiris itu maka tergambar pula dalam metode pendidikan yang diinginkan. Di antaranya lebih menekankan pada perbaikan sikap dan tingkah laku para pendidik dalam mendidik, seperti berikut:

a)  Guru harus bersikap mencintai muridnya bagaikan anaknya sendiri.
b) Guru tidak usah mengharapkan upah dari tugas pekerjaannya, karena mendidik/mengajar merupakan tugas pekerjaan mengikuti jejak Nabi Muhammad saw. Nilainya lebih tinggi dari ukuran harta atau uang. Mengajar/mendidik adalah usaha untuk menunjukkan manusia ke arah yang hak dan kebaikan serta ilmu. Upahnya adalah terletak pada diri anak didik yang setelah dewasa menjadi orang yang mengamalkan hal-hal yang ia didikkan atau ajarkan.
c) Guru harus memberi nasihat kepada muridnya agar menuntut ilmu tidak untuk kebanggaan diri atau untuk mencari keuntungan pribadi, melainkan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Tidak pula untuk mencari kehidupan atau pekerjaan.
d)  Guru harus mendorong muridnya untuk mencari ilmu yang bermanfaat. Ilmu yang manfaat itu adalah ilmu yang dapat membawa kebahagiaan di akhirat, yaitu ilmu agama.
e)  Guru harus memberi contoh yang baik dan teladan yang indah di mata anak didik sehingga anak senang untuk mencontoh tingkah lakunya. Dia harus berjiwa halus, sopan serta berjiwa luas dada, murah hati, dan terpuji.
f) Guru harus mengajarkan apa yang sesuai dengan tingkat kemampuan akal anak didik. Jangan mengajarkan hal-hal yang belum dapat ditangkap oleh akal pikirannya maka ia akan menjauhinya atau akal pikirannya tidak dapat berkembang.
g) Guru harus mengamalkan ilmunya, karena ia menjadi idola di mata anak. Bila tidak mengamalkan ilmunya, niscaya orang akan mencemoohkannya.
h) Guru harus dapat memahami jiwa anak didiknya. Ia harus mempelajari jiwa mereka agar tidak salah mendidik mereka. Dengan pengetahuan tentang anak didik, ia dapat menjalin hubungan akrab antara dirinya dengan anak didiknya. Secara praktis, guru harus mendidik mereka berdasarkan ilmu jiwa.
i)    Guru harus dapat mendidik keimanan ke dalam pribadi anak didiknya, sehingga akal pikirannya tunduk kepada ajaran agama. Akal pikiran mereka harus dituntun oleh imannya, karena tanpa tuntunan iman akal pikiran tidak akan dapat mencapai makrifat kepada Allah.

Dengan demikian jelaslah kepada kita bahwa metode pendidikan yang harus dipergunakan oleh para pendidik/pengajar adalah yang berprinsip pada child centered. Metode demikian dapat diwujudkan dalam berbagai macam metode antara lain: metode contoh teladan, metode guidance & counselling (bimbingan & penyuluhan), metode cerita, metode motivasi, metode reinforcement (mendorong semangat), dan sebagainya.

Dalam uraiannya yang lain, Al Gazali juga meletakkan prinsip metode pendidikan pada aspek mental atau sikap, sebagaimana yang pernah disebutkan beliau “Wajib atas para murid untuk membersihkan jiwanya dari kotoran/kerendahan akhlak dan dari sifat-sifat yang tercela, karena bersihnya jiwa dan baiknya akhlak menjadi asas bagi kemajuan ilmu yang dituntutnya.” Pendidikan yang diinginkan adalah pendidikan yang diarahkan kepada pembentukan kepribadian. Bagaimanapun anak telah memiliki berbagai pengalaman ilmu & pengalaman, akan tetapi akhlak mulia harus mendasari hidupnya. Akhlak yang bersumberkan keimanan & ketakwaan kepada segala perintah & larangan Allah.

Referensi:
Arifin, Muzayyin, Dr. Prof. 2009. Filsafat Pendidikan Islam. PT Bumi Aksara: Jakarta.

0 komentar:

Posting Komentar