Senin, 21 Mei 2012

Wajah Pers Indonesia

Wajah Pers Indonesia

Oleh Ermawati 

    Merefleksikan momentum Hari Pers Nasional (HPN) pada tanggal 9 februari 2012, jika dilihat dari sejarahnya ternyata sudah begitu panjang perjalanan pers nasional hingga zaman pasca reformasi ini, walaupun masih banyak yang tidak setuju jika HPN diperingati tanggal 9 februari  karena masih dipertanyakan keabsahannya. seperti yang diberitakan kompas 10 februari 2011, Mantan Ketua AJI Palu periode 2003-2005, Jafar G Bua mengutip dari penelusuran budayawan Taufik Rahzen mengatakan mestinya hari kelahiran pers nasional itu ditandai tonggaknya dari terbitnya surat kabar Medan Prijaji pada 1 Januari 1907 karena tanggal 9 februari 1946 itu hari lahir PWI di Solo, Jawa tengah yang kala itu hanya PWI satu-satunya organisasi wartawan yang mendapat pengakuan dari pemerintah sehingga pemerintah dan kalangan wartawan pada tahun 1985 menetapkan hari pers nasional bersamaan dengan lahirnya PWI.
     Terlepas dari tanggal pelaksanaan yang masih dipertanyakan, yang perlu kita soroti disini adalah substansi dari HPN tersebut yang menjadi evaluasi sudah seperti apa pers di Indonesia. Berbicara tentang pers selalu ada “dua wajah” yang berlawanan yaitu positif dan negatif.  Sisi positifnya saat ini industri pers tumbuh subur yang ditandai dengan menjamurnya industri pers diseluruh negeri baik yang berskala lokal maupun nasional. Sehingga masyarakat luas bisa dengan mudah menikmati informasi dari berbagai media. Bahkan di era keterbukaan ini banyak kasus yang berhasil dibongkar oleh media massa. Inilah peran yang harus kita dukung untuk mencerdaskan masyarakat luas tentang kondisi yang sedang terjadi di Indonesia. disaat pemerintah kurang mendengar aspirasi rakyat, maka pers lah yang menjadi harapan rakyat, pers yang bebas, netral, mandiri terbebas dari intervensi negara apalagi politisasi. Tidak ada yang berhak melarang seseorang untuk mengeluarkan pendapat seperti yang sudah ditetapkan oleh UUD 1945 Pasal 28 yang menjamin kebebasan mengeluarkan pendapat baik lisan maupun tulisan. Disisi yang sama juga kita melihat insan pers (baca:wartawan) yang masih bisa mempertahankan kepribadian dan intergritasnya sebagai wartawan yang bertanggung jawab dan bijaksana dalam mempertimbangkan patut tidaknya menyiarkan karya jurnalistik.
      Kemudian sisi negatifnya kita tahu bahwa media massa berjalan dengan dukungan dari pemilik modal media massa tersebut, yang menjadi masalah adalah jika kemudian pemilik modal tersebut adalah juga seorang politisi. seperti yang dikatakan aktivis senior, Sri Bintang Pamungkas dalam kompas 8 februari 2012, menilai pers saat ini masih didominasi kepentingan politik dan penguasa. Akibatnya, kepentingan pemilik modal yang sekaligus politisi lebih diakomodasi. Sementara, aspirasi rakyat banyak tidak dapat tersalurkan sepenuhnya. Pers seharusnya netral dan merdeka. menurutnya, ada kekurangan besar dalam perundang-undangan RI yang belum membatasi secara jelas kepemilikan media massa oleh kalangan politisi. Demikian pula, pemilik media dilarang berkiprah secara langsung dalam politik maupun dalam bentuk dukungan aktif terhadap partai politik tertentu. (kompas, 9 februari 2012).
    Selain itu negatifnya juga saat ini banyak terjadi penyalahgunaan kebebasan pers. Kebebasan pers harus diartikan sebagai kebebasan untuk mempunyai dan menyatakan pendapat  melalui pers. Namun perlu diingat bahwa dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara tidak ada kebebasan mutlak. Kebebasan seseorang berhenti jika melanggar kebebasan orang lain atau kepentingan umum. Kebebasan tanpa tanggung jawab menjurus pada kekacauan, pertentangan antar golongan, serta pemberontakan bersenjata yang semuanya menghasilkan destructive dan anarki politik.
   Kini dalam rangka merefleksikan Hari Pers Nasional ini kita masih bisa berharap semoga pers di Indonesia bisa kembali pada peran dan fungsinya sebagai control social yang dapat mewakili masyarakat dan mempengaruhi pemerintah dengan pers yang bebas dan bertanggung jawab.


- Penulis adalah mahasiswa jurusan kurtekpend 2009 dan aktif di KAMMI PK UPI sebagai Ketua Departemen Kajian Strategi
- disampaikan saat diskusi KAJIAN INSIDENTAL ''Hari Pers Nasional'' jum'at 10 Februari 2012

0 komentar:

Posting Komentar