Wajah Pers Indonesia
Oleh Ermawati
Merefleksikan momentum Hari Pers Nasional (HPN) pada tanggal 9
februari 2012, jika dilihat dari sejarahnya ternyata sudah begitu
panjang perjalanan pers nasional hingga zaman pasca reformasi ini,
walaupun masih banyak yang tidak setuju jika HPN diperingati tanggal 9
februari karena masih dipertanyakan keabsahannya. seperti yang
diberitakan kompas 10 februari 2011, Mantan Ketua AJI Palu periode
2003-2005, Jafar G Bua mengutip dari penelusuran budayawan Taufik Rahzen
mengatakan mestinya hari kelahiran pers nasional itu ditandai
tonggaknya dari terbitnya surat kabar Medan Prijaji pada 1 Januari 1907
karena tanggal 9 februari 1946 itu hari lahir PWI di Solo, Jawa tengah
yang kala itu hanya PWI satu-satunya organisasi wartawan yang mendapat
pengakuan dari pemerintah sehingga pemerintah dan kalangan wartawan pada
tahun 1985 menetapkan hari pers nasional bersamaan dengan lahirnya PWI.
Terlepas dari tanggal pelaksanaan yang masih dipertanyakan, yang
perlu kita soroti disini adalah substansi dari HPN tersebut yang menjadi
evaluasi sudah seperti apa pers di Indonesia. Berbicara tentang pers
selalu ada “dua wajah” yang berlawanan yaitu positif dan negatif. Sisi
positifnya saat ini industri pers tumbuh subur yang ditandai dengan
menjamurnya industri pers diseluruh negeri baik yang berskala lokal
maupun nasional. Sehingga masyarakat luas bisa dengan mudah menikmati
informasi dari berbagai media. Bahkan di era keterbukaan ini banyak
kasus yang berhasil dibongkar oleh media massa. Inilah peran yang harus
kita dukung untuk mencerdaskan masyarakat luas tentang kondisi yang
sedang terjadi di Indonesia. disaat pemerintah kurang mendengar aspirasi
rakyat, maka pers lah yang menjadi harapan rakyat, pers yang bebas,
netral, mandiri terbebas dari intervensi negara apalagi politisasi.
Tidak ada yang berhak melarang seseorang untuk mengeluarkan pendapat
seperti yang sudah ditetapkan oleh UUD 1945 Pasal 28 yang menjamin
kebebasan mengeluarkan pendapat baik lisan maupun tulisan. Disisi yang
sama juga kita melihat insan pers (baca:wartawan) yang masih bisa
mempertahankan kepribadian dan intergritasnya sebagai wartawan yang
bertanggung jawab dan bijaksana dalam mempertimbangkan patut tidaknya
menyiarkan karya jurnalistik.
Kemudian sisi negatifnya kita tahu bahwa media massa berjalan dengan
dukungan dari pemilik modal media massa tersebut, yang menjadi masalah
adalah jika kemudian pemilik modal tersebut adalah juga seorang
politisi. seperti yang dikatakan aktivis senior, Sri Bintang Pamungkas
dalam kompas 8 februari 2012, menilai pers saat ini masih didominasi
kepentingan politik dan penguasa. Akibatnya, kepentingan pemilik modal
yang sekaligus politisi lebih diakomodasi. Sementara, aspirasi rakyat
banyak tidak dapat tersalurkan sepenuhnya. Pers seharusnya netral dan
merdeka. menurutnya, ada kekurangan besar dalam perundang-undangan RI
yang belum membatasi secara jelas kepemilikan media massa oleh kalangan
politisi. Demikian pula, pemilik media dilarang berkiprah secara
langsung dalam politik maupun dalam bentuk dukungan aktif terhadap
partai politik tertentu. (kompas, 9 februari 2012).
Selain itu negatifnya juga saat ini banyak terjadi penyalahgunaan
kebebasan pers. Kebebasan pers harus diartikan sebagai kebebasan untuk
mempunyai dan menyatakan pendapat melalui pers. Namun perlu diingat
bahwa dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara tidak ada kebebasan
mutlak. Kebebasan seseorang berhenti jika melanggar kebebasan orang lain
atau kepentingan umum. Kebebasan tanpa tanggung jawab menjurus pada
kekacauan, pertentangan antar golongan, serta pemberontakan bersenjata
yang semuanya menghasilkan destructive dan anarki politik.
Kini dalam rangka merefleksikan Hari Pers Nasional ini kita masih
bisa berharap semoga pers di Indonesia bisa kembali pada peran dan
fungsinya sebagai control social yang dapat mewakili masyarakat dan
mempengaruhi pemerintah dengan pers yang bebas dan bertanggung jawab.
- Penulis adalah mahasiswa jurusan kurtekpend 2009 dan aktif di KAMMI PK UPI sebagai Ketua Departemen Kajian Strategi
- disampaikan saat diskusi KAJIAN INSIDENTAL ''Hari Pers Nasional'' jum'at 10 Februari 2012
0 komentar:
Posting Komentar