Oleh:
Graha Egi (Kader KAMMI UPI)
"Jika dakwah adalah cinta, maka KAMMI
mencintai antum semua karena Allah."
- Egi
Nugraha
|
Dalam
manhaj kaderisasinya, sebuah organisasi kemasyarakatan yang benama Kesatuan
Aksi Mahasia Muslim Indonesia yang selanjutnya disingkat dengan nama KAMMI,
menasbihkan diri sebagai organisasi kader (Harakatu
tajnid) dan pergerakan (Harakatu
‘amal). Semua
bentuk aktivitas atau kegiatannya dilaksanakan dengan semangat integralistik
untuk mengupayakan lahirnya kader – kader berkualitas yang mampu mewujudkan
tujuan organisasi.
Sebagai organisasi kader, KAMMI
mendidik dan membentuk invidu dalam organisasinya dengan sangat sistematis dan terencana.
Membentuk mereka sebagai orang-orang yang hatinya selalu tertaut dengan dakwah
dan amal jama’i (organisasi). Menjadikan mereka orang-orang yang siap
memberikan segala kemampuannya untuk berjuang bersama dakwah, dalam upaya
menegakkan kalimat tauhid di Indonesia. Setiap kader, menjadi bagian tidak
terpisahkan dari proyek perbaikan bangsa dan negara Indonesia, rela menjadi
pengawalnya yang setia dan siap siaga dalam melawan kebathilan. Yang ada dalam
benak mereka hanyalah nasib rakyat (umat), menjadi prioritas dalam setiap
pikiran dan relung hati mereka yang paling dalam.
sebagai organisasi pergerakan (harakatul 'amal), menjadikan kerja
sebagai prioritas dalam menunjukkan bukti nyata dari kata-kata yang mereka
ucapkan. Dengan bekerja mereka memulai dengan karya yang dapat di persembahkan
untuk rakyat dan bangsa ini.
KAMMI komisariat Universitas
Pendidikan Indonesia (KAMMI Komsat UPI), merupakan bagian tidak terpisahkan
dari struktur organisasi dakwah tauhid kemahasiswaan terbesar di Indonesia.
Organisasi yang memiliki semangat integralistik (bersifat menyeluruh) dalam
aktivitas dakwah yang mereka jalani. Menjadikan dakwah sebagai napas perjuangan
dan amal-amal yang mereka lakukan dalam kehidupan berorganisasi di kampus.
Namun, dalam praktiknya, KAMMI komsat UPI tidak memperlihatkan kekuatan dan
kerja dakwah yang sebenarnya mampu mereka lakukan, kadernya seakan tidur
terlelap dalam gelapnya masa depan organisasi dan kontrol sosial terhadap
kebijakan-kebijakan yang diambil oleh kampus. KAMMI komsat UPI seakan-akan
membonsai amal-amal yang mereka kerjakan dalam sebuah tempat kecil yang
bertuliskan ‘ekstra kampus’.
Dalam kapasitas saya sebagai kader,
saya melihat ada beberapa faktor yang menjadikan KAMMI komsat UPI kehilangan
taji dan semangatnya sebagai organisasi kader dan pergerakan di kampus ini,
faktor-faktor tersebut yaitu:
1.
Logika
Ekstra Kampus
KAMMI komsat UPI terjebak
dalam frame sebagai organisasi ekstra
yang ada di kampus UPI, pikiran pengurus dan kader selalu dihantui oleh
bayang-bayang semu sanksi yang akan mereka terima jika organisasi ini melakukan
amal-amal kebaikan di kampus. Karena mereka merasa sebagai ‘mahasiswa asing’ yang tidak berhak
mengurusi dan turut campur dalam mengawasi kebijakan kampus serta menebar
kebaikan di dalamnya.
Universitas Pendidikan
Indonesia (UPI) memang kampus negeri, tapi bukan menjadi alasan bagi organisasi
ini menjadi kerdil dan ciut nyali ketika menyuarakan keadilan dan proyek-proyek
kebaikan di kampus ini dan menerima begitu saja ketika diperlakukan sebagai ‘mahasiswa asing’ di dalam kampusnya
sendiri. Meskipun KAMMI menyatakan dirinya sebagai organisasi masyarakat,
tetapi KAMMI memiliki segmentasi yang jelas siapa yang harus berada di
dalamnya, yaitu mahasiswa. Dan kita bukan ‘mahasiswa
asing’ ataupun organisasi asing di kampus, tapi kita adalah orang-orang
yang sangat bersemangat dalam melakukan dakwah tauhid dan menebarkan kebaikan
di kampus serta melakukan kontrol sosial dalam mengawasi kebijakan-kebijakan
kampus dalam organisasi yang bernama KAMMI komsat UPI.
Organisasi dakwah tauhid dan
pergerakan kita, yaitu apa yang kita percaya dan menimbulkan keyakinan dalam
diri-pribadi akan memberikan manfaat bagi orang lain, berdasarkan pandangan
diri sendiri bukan pandangan orang lain yang menjadikan kita terasing. Jangan
jadikan diri kita sebagai ‘mahasiwa asing’ dalam kampus kita sendiri, karena
terpasung oleh pikiran kita sendiri.
2.
Excuse
(dalih pembenaran)
“Saya ingin jadi presiden
mahasiswa!”
“Saya ingin jadi menteri!”
“Saya ingin jadi ketua
himpunan!”
“Saya ingin bermanfaat bagi
orang lain!”
Sebagai pengurus dan kader
KAMMI komsat UPI kita terlalu sering mencari-cari alasan atas kegagalan kita
dalam menancapkan pengaruhnyanya kepada organisasi kemahasiswaan lain dan
menjadikan kader-kadernya sebagai pemegang posisi strategis di kampus, seperti
jabatan Presiden mahasiswa, Menteri dan Ketua HMJ.
Alasan-alasan yang sering kita
kemukakan menjadikan kita dalam situasi kegagalan abadi ‘looserful’ dan enggan
berusaha untuk bangkit dan mencapai sebuah kondisi yang berhasil (mission complete). Posisi strategis di
kampus menjadikan dakwah tauhid dan proyek-proyek perbaikan yang kita emban
menjadi lebih mudah untuk dilaksanakan, hal inilah yang seharusnya menjadi
kekuatan dan dasar semangat kita dalam menyusun strategi dan upaya untuk
menempati posisi-posisi tersebut.
KAMMI komsat UPI memiliki
kapasitas dan sumber daya yang memadai untuk menjadi organisasi kemahasiswaan
yang memiliki pengaruh yang besar di kampus. asal menyingkirkan jauh-jauh kata
“excuse” dalam benak dan diri
kader-kadernya.
“Realistis saja, jangan
muluk-muluk, ambil saja yang ada!”
“Sudahlah, mimpi jangan
tinggi-tinggi, nanti kalau jatuh sakit!”
“Bersyukurlah dengan keadaan
KAMMI sekarang, walau lamban, masih lebih baik daripada tidak bergerak sama
sekali!”
“EXCUSE” membuat kita menyerah
dengan mudah, membuat kita merasa sah untuk menyerah, membuat kita merasa
terhormat ketika terhina, membuat kita merasa wajar untuk gagal.
3. Eksklusif
Ketidakmampuan dan
ketidakmauan KAMMI komsat UPI dalam bermusyarokah dengan organisasi pergerakan
mahasiswa yang lain menjadikan kita tepisah dari arus besar organisasi yang ada
di kampus. Hal ini menjadikan
proyek-proyek perbaikan dan gagasan pergerakan kita kurang terasa di kampus.
Sikap dan kepedulian kader terhadap
kehidupan berorganisasi di kampus, menjadi salah satu faktor yang menjadikan
KAMMI terisolasi. Misi dakwah tauhid dan perbaikan yang kita emban menjadi
absurd dan semakin menjauh dari cita-cita dan tujuan organisasi.
Merasa nyaman dengan apa yang kita
peroleh seolah menjadi dalih pembenaran atas kegagalan kita menjadi pemersatu
gerakan-gerakan yang ada dikampus dalam upaya menghimpun kekuatan yang
berserakan dimana-mana dalam melakukan kontrol sosial terhadap
kebijakan-kebijakan kampus. Eksklusifitas kita, menjadikan kita semakin jauh
dari kata ‘persaudaraan gerakan’ yang
menjadi kekuatan penekan yang sangat ampuh untuk melakukan kontrol sosial
terhadap kebijakan penguasa kampus dalam upaya menciptakan keadilan di kampus
UPI tercinta.
4.
Eksekusi
“Sudah habis teori di Gudang!”, Begitulah yang dikatakan oleh Mahfud
M.D. Kalau kita mau jujur terhadap diri kita sendiri, sudah banyak
solusi-solusi yang kita tawarkan untuk menyelesaikan pemasalahan-permasalahan
yang terjadi baik itu di kampus maupun di masyarakat. Namun hasilnya nol besar
karena tidak ada orang-orang yang mau dan mampu untuk menjalankan solusi-solusi
tersebut.
Strategi dan kebijakan yang
dikeluarkan oleh organisasi hanya menjadi pemanis syuro-syuro yang kita
lakukan. Pemikiran-pemikiran cerdas yang dikeluarkan menjadi kata-kata tanpa
makna dan berakhir dalam catatan-catatan notulensi rapat yang telah
dilaksanakan dengan tulisan ‘khatimah (penutup)’. Seakan-akan amal kita hanya
sampai meluangkan waktu dan pemikiran kita di ruang-ruang rapat dan tempat
diskusi dan dikahiri dengan kalimat kata ‘selesai’. Menghilangkan kewajiban
kita untuk menjadi pelaksananya yang paling utama, pengwalnya yang paling setia
dan pengawasnya yang paling bijaksana.
“Kita akan tahu dan bisa
mengevaluasi amal-amal yang kita kerjakan, ketika kita melaksanakan dan menjadi
pelaku utama dari setiap keputusan-keputusan yang kita ambil dari syuro-syuro
yang telah kita kerjakan.”
Kesesuaian antara kata dan
perbuatan menjadi sesuatu yang sakral dan pantang untuk kita ingkari. Karena
intergritas diri-pribadi dan organisasi menjadi bukti akan ideologi yang kita
miliki.
KAMMI komsat UPI merupakan bagian tak
terpisahkan dari arus besar gerakan dakwah tauhid dan perbaikan masyarakat,
yang menjadi misi luhur para kader-kadernya. Menjadi pengusungnya yang utama
dan prajuritnya yang paling setia.
Dalam gerakannya di kampus, KAMMI
komsat UPI harus memiliki keberanian untuk memperlihatkan identitasnya sebagai
organisasi kemahasiswaan yang memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam kontrol
sosial terhadap kebijakan kampus. Menjadi diri-pribadinya sendiri, bukan apa
yang dikatakan oleh orang lain terhadap organisasi ini (ekstra kampus).
“NO EXCUSE” dalam menghadapi
kegagalan-kegagalan yang terjadi dalam perjalanan dakwah dan organisasinya. Dan
meniupkan ruh optimisme dalam membangun organisasi kebangkitan yang senantiasa
memiliki kepercayaan penuh terhadap janji tuhan-Nya, tidak peduli siapa dan
berapa orang kader yang dimiliki, selama tujuan utamanya adalah dakwah tauhid,
Allah akan selalu meneguhkan para pengusungnya. Allah meridhai mereka dan
mereka pun meridhai-Nya.
KAMMI komsat UPI harus bisa menjadi
pemimpin gerakan-gerakan kemahasiswaan yang ada di UPI, baik itu yang intra
maupun ekstra kampus. Memiliki jaringan yang luas di kalangan civitas akademika
kampus dari kalangan elit sampai rakyat alit (mahasiswa). Menjadi pemersatu
gerakan-gerakan yang ada.
Kesesuaian antara kata dan perbuatan
menjadi sesuatu yang sakral dan pantang untuk kita ingkari. Karena intergritas
diri-pribadi dan organisasi menjadi bukti akan ideologi yang kita miliki.
Bangkitlah komsatku harapan itu masih
ada!
0 komentar:
Posting Komentar