Oleh: Maya Kusdiantini (Staf Humas KAMMI UPI)
sumber gambar: algheraze.blogspot |
Sudah terbayangkah masalah-masalah itu? Lantas apa yang bisa kita perbuat setelah kita melihat fakta-fakta “kemiskinan pendidikan” di tanah air yang kita pijakan ini?. Ingatkah dulu ketika MOKA, kita dikenalkan dengan 3 peranan mahasiswa yaitu social control, iron stock dan agent of change maka sudah sepantasnya kita menyadari fitrah kita sebagai mahasiswa. Tidakkah terketuk hati kita ketika saudara-saudara kita diluar sana kehilangan hak nya untuk mengenyam pendidikan ataukah kita tega melihat anak-anak kita kelak terpuruk dalam pendidikan yang sudah tidak sehat bilamana mahasiswa saat ini hanya diam, tidak peduli dengan fenomena degradasi kualitas SDM pendidik di Indonesia. Mari maksimalkan peranan kita. Tidak cukup dengan kita hadir full time dalam setiap agenda kuliah, namun perlunya sejak saat ini kita mengasah hati dan pikiran kita atas permasalahan pendidikan yang terjadi hari ini. Bukankah fungsi kita adalah untuk menyelesaikan masalah rakyat? Bukan sekedar mengejar nilai, gelar, karir dan kedudukan. Sebagai calon pendidik maka sensitifitas terhadap permasalahan pendidikan sudah menjadi sebuah keharusan yang melekat dalam jiwa kita. Dan bukankah manusia yang paling baik adalah manusia yang bermanfaat bagi orang lain?. Jangan sampai kita menjadi bungkus snack kosong yang telah diproses dengan teknologi canggih namun tetap berakhir di tempat pembuangan sampah.
Siapakah yang menculik Soekarno ke rengasdengklok dan memaksanya untuk segera mendeklarasikan kemerdekaan? Siapakah yang menggulingkan tirani Soeharto pada era orde baru?. Jawabannya Mahasiswa. Mahasiswa adalah kaum intelektual yang terkenal dengan kekritisan, kreatif, dan solutif. Maka peradaban ada di tangan mahasiswa dengan sikap kekritisannya terhadap berbagai permasalahan hingga memunculkan tekad untuk menyelesaikan masalah tersebut dengan tindakan. Maka dengan visi yang sama yaitu membangun peradaban madani, mahasiswa mampu menjadi pembangun peradaban. Apalagi dengan status sebagai pendidik maka kita memiliki peranan yang cukup besar untuk mencetak SDM berkualitas yang mampu untuk menyulap negeri ini menjadi sepenggal firdaus hingga lahir SDM dari negeri yang siap berekspansi ke negeri lain untuk mewujudkan cita-cita membangun peradaban yang madani. Mari kita mulai hari ini dengan langkah paraktis. Mulailah dari membangun kekritisan terhadap isu-isu pendidikan di negeri ini minimal isu pendidikan di kampus sendiri, lalu munculkanlah budaya diskusi dalam forum kajian isu, bersama merumuskan solusi dan mulailah bersama bergerak dengan arah dan landasan yang benar dan terbaik. Selalu yakin bahwa setiap proses akan baik bila niat lurus dan setiap hasil akan baik manakala kita berdoa dan yakin kepada sang Pencipta.
Siapa yang bisa menguatkan hati mereka (rakyat) dan membela hak mereka
jika bukan kita (kaum intelektual). Ketika tidak ada lagi yang menyuarakan
kepedihan rakyat kepada pemimpin di sana, maka berarti sudah tidak ada lagi
pemuda.
Setiap muslim bersaudara dan dimanapun tempat mereka berada maka disana
tanah air kita dan sudah sepantasnya kita membela mereka dimanapun mereka
berada.
Anak-anak
yang kelak kita lahirkan
Anak-anak
yang kelak menjadi keturunan kita
Merekalah
generasi masa depan
Maka
mampukah kita melihat mereka dalam keterpurukan
Karena
kelalaian kita dalam membenahi negeri hari ini
Generasi
masa depan tergantung pada generasi sekarang
Bila
kita mengecap pahitnya hari ini maka jangan biarkan pahit ini dikecap oleh
anak-anak kita
Menyelamatkan
anak-anak kita adalah Menyelamatkan generasi Masa Depan
Menyelamatkan
generasi masa depan dimulai dari mengoptimalkan peranan kita sebagai mahasiswa
Kembali
kepada fitrah mahasiswa yaitu kaum intelektual yang berkarakter, selalu bergerak
dan berdedikasi untuk agama dan negeri ini
-maya
kusdiantini-
mantav(y)
BalasHapus"Menyelamatkan generasi masa depan dimulai dari mengoptimalkan peranan kita sebagai mahasiswa
Kembali kepada fitrah mahasiswa yaitu kaum intelektual yang berkarakter, selalu bergerak dan berdedikasi untuk agama dan negeri ini."
-maya kusdiantini-